Tips Khusus Berbicara dengan si Kecil tentang Seksualitas dan ReproduksiMeski secara umum dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip bicara dengan anak seperti kejujuran dan amanah berlaku untuk setiap saat, namun harus diakui diperlukan persiapan khusus untuk mengajak anak bicara tentang seks karena ini bukanlah topik yang ringan. Beberapa tips di bawah ini sudah saya uji-coba dan insya Allah dapat menolong Anda:
1. Tetap memulai pembicaraan dengan bismillah.
2. Sebelum berbicara, penting bagi Anda untuk mengenal betul diri dan nilai-nilai yang Anda sendiri pegang. Anda bisa dengan mudah menjelaskan tentang “dari mana datangnya bayi” tetapi yang tak boleh dilupakan adalah bahwa selama percakapan Anda juga menyampaikan dengan tegas tuntunan Islam serta nilai ketaatan kepada Allah sehingga di akhir pembicaraan si Kecil memahami bahwa anak adalah karunia Allah yang harus diminta dalam sebuah lembaga suci bernama pernikahan.
3. Anda merasa canggung dan tidak enak bicara tentang seks dengan si Kecil? Anak akan segera menyadari hal ini dan bukan tidak mungkin juga menyerap dan meniru kecanggungan Anda. Karenanya jauh lebih baik kalau sejak awal Anda sudah mengakui kepada si Kecil, dan katakan kepadanya, “Sebenarnya Ayah/Ibu agak canggung bicara tentang hal ini karena menyangkut masalah aurat yang biasa kita tutupi dan tidak dibicarakan secara terbuka. Tapi Ayah/Ibu ingin tetap bicara denganmu karena kamu perlu belajar dan Ayah/Ibu juga perlu belajar.”
4. Ada orang yang tidak yakin mereka perlu bicara dengan si Kecil tentang, misalnya, masalah seks karena “belum waktunya ah!” Sebenarnya, secara sederhana saja, kalau anak sudah bertanya maka itu artinya anak sudah siap menerima jawaban. Yang paling penting, berikan informasi sesederhana dan secukupnya, namun tunjukkan kepada anak kesediaan Anda untuk menjawab SEMUA pertanyaannya sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. Kalau anak sudah berhenti bertanya, Anda perlu berhenti bicara.
5. Tidak usah khawatir bahwa kalau seorang anak berusia 4 tahun bertanya tentang seks maka dia akan tergoda “mencoba-coba.” Sebenarnya anak yang merasa harus menyembunyikan keingintahuannyalah yang justru lalu sembunyi-sembunyi bereksperimen dan “main dokter-dokteran.” Keterbukaan Anda akan mengundang si Kecil untuk juga terbuka.
6. Gunakan istilah-istilah yang tepat. Anda mengajar si Kecil mengenali berbagai bagian tubuh seperti telinga, mata dan hidung dengan nama yang sesungguhnya, maka lakukan juga saat mengajaknya berbicara tentang tubuh manusia dan seksualitas serta reproduksi. Katakan “penis,” bukan “burung” atau “titit”. Sebut “vagina” dan “vulva”, bukan “itunya adik.” Katakan “payudara” bukan “nenen.” Semua ini membantu anak memahami bahwa meski memang itu semua aurat tapi bukanlah misteri yang tak boleh dikenali dan dipelajari.
7. Jangan tertawakan anak. Anda mungkin merasa canggung dan salah tingkah sehingga sulit menahan tawa atau memang Anda menganggapnya lucu. Namun tawa Anda bisa menyebabkan anak merasa direndahkan dan menjadi enggan bicara. Kalau pun tawa Anda tersembur, jujurlah dan katakan kepada si Kecil bahwa Anda tak bisa menahan tawa karena merasa canggung dan tidak biasa berbicara terbuka tentang aurat Anda. Azka, misalnya, pernah bertanya “kapan aku bisa beli beha menyusui?” di depan banyak orang di sebuah toko besar. Si pramuniaga dan pembeli lainnya tertawa geli, tapi saya menahan diri dan mengatakan kepada Azka agar bersabar beberapa tahun lagi sampai dia dewasa, tumbuh payudaranya, kemudian menikah dan melahirkan anak sehingga bisa memakai beha khusus untuk orang menyusui.
8. Percakapan dengan anak pra-sekolah.
“Dari mana datangnya bayi?”
“Bayi tumbuh besar di dalam rahim ibu mereka sampai siap dilahirkan.”
“Di sebelah mana perutnya ibu?”
“Ada tempat khusus, namanya rahim atau uterus.”
“Kok bisa masuk ke situ?”
“Ada sperma yang sangat kecil yang berasal dari tubuh seorang ayah masuk ke dalam tubuh ibu dan bertemu dengan sebuah telur keciiiiiiiil...sekali di sana. Lalu, sperma dan telur kecil ini bergabung dan menjadikan seorang bayi kecil. Kalau nanti sudah agak besar, bayinya lahir.”
“Keluarnya bagaimana?”
“Lewat bukaan khusus di bagian bawah tubuh ibu, namanya vagina.”
9. Percakapan dengan anak usia sekolah.
“Bagaimana caranya bayi keluar?”
“Lewat sebuah bukaan khusus di antara kedua kaki ibu. Namanya vagina. Kulit dan otot vagina bisa meregang sehingga cukup tempat untuk dilewati bayi, biasanya kepala bayi lebih dulu keluar.”
10. Biasakan menjawab segera. Jangan menunda-nunda hanya karena menunggu Anda sendiri “siap mental.” Bisa jadi Anda siap pada waktu anak sudah tidak berminat atau sudah mendapat informasi – yang mungkin keliru – dari sumber lain.
11. Bersiaplah, mungkin Anda harus sering mengulang-ulang penjelasan Anda. Anak mempelajari seksualitas secara perlahan dan bertahap sampai mereka cukup matang untuk mengolah potongan demi potongan pengetahuan yang diperolehnya dari Anda. Ikutlah berkembang bersama si Kecil. Pendidikan mengenai seksulitas dan reproduksi adalah proses belajar yang panjang, karena tidak bisa dipisahkan dari pendidikan keimanan.
12. Kuasai pula sumber-sumber informasi yang dimiliki anak sehingga Anda mampu memberikan pengetahuan yang unggul dan berkualitas. Tidak sedikit anak yang memperoleh potongan-potongan informasi tentang seksualitas dari televisi, misalnya, sehingga kemudian membentuk konsep yang keliru. Pelajari apa yang anak-anak peroleh dari sumber-sumber seperti itu, lalu siapkan informasi yang jauh lebih bermutu untuk Anda sampaikan kepadanya.
“Aku Mau Lihat Penis!”: Tiga Percakapan Nyata
Percakapan-percakapan tentang seksualitas dan reproduksi di bawah ini sungguh-sungguh terjadi dan insya Allah bisa menjadi inspirasi bagi ayah dan ibu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan si Kecil. Tentu Anda bebas menambahkan elemen-elemen lain dalam pembicaraan Anda.
Hanya satu yang wajib Anda lakukan: minta pertolongan Allah selalu agar lisan Anda terpelihara dan agar si pendengar, dalam hal ini anak Anda, akan semakin mengenal Allah dan mencintai ketaatan kepadaNya.
(Boks 1:)Aku Mau Lihat Penis!“I love you, sayangku…Nyuwun ngapunten nggih?” kucium pipi Azka dan kubisikkan ke telinganya kata-kata yang selalu kami ucapkan setiap malam sebagai tanda kasih sayang kami. Dia berbaring di lengan kananku dan memandang dengan mata yang tampak jauh dari mengantuk.
“I love you too, Bu…Inggih…!” jawab Azka yang memang saya biasakan berbicara dengan bahasa Inggris dan Indonesia. “Bu, aku mau tanya sebentar…”
Sebenarnya saya lelah sekali malam itu, namun saya tidak mau mengecewakannya. “OK, mau tanya apa?” Dan benar, dalam waktu setengah jam kemudian mata Azka malahan semakin membelalak sementara dia memborbardir saya dengan berbagai pertanyaan. Inilah tanya dan jawab kami:
* “Mengapa sih manusia menyusui?” (Karena Allah yang Mahapenyayang dan Mahapengasih memberi setiap mahluk bernyawa makanan yang paling tepat bagi kebutuhan mereka. Sejumlah bayi hewan minum susu ibu mereka. Ada juga bayi hewan lain yang tidak menyusu. Tetapi makanan terbaik bagi seorang bayi manusia adalah susu yang dihasilkan payudara ibunya. Namanya ASI, air susu ibu. Inilah minuman yang paling enak dan menyehatkan si bayi. Allah sudah menentukan agar seorang ibu menyusui bayinya semaksimal mungkin, sekitar 2 tahun sejak lahir, bukan saja karena susu adalah makanan terbaik si bayi tetapi juga si ibu kemudian bisa menyatakan kasih sayangnya kepada si bayi dengan cara terbaik. Ibu yang menyusui juga merupakan bentuk kasih sayang Allahkepad si bayi.)
* “Kenapa manusia harus dikhitan?” (Hanya pria dan anak laki-laki yang dikhitan. Berkhitan adalah tindakan yang sesuai dengan tuntunan Islam untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah dan Rasulullah SAW, dan untuk memelihara kesehatan. Penis yang dikhitan lebih mudah dijaga kebersihannya sehingga menghindari penyakit dan infeksi.)
* “Kenapa perempuan kok mens?” (Allah sudah menentukan bahwa setiap mahluk hidup melalui berbagai tahap perkembangan. Kita semua memulai hidup kita dalam rahim ibu kita lalu lahir sebagai seorang bayi. Lalu, bayi tumbuh besar menjadi anak-anak kecil, balita, pra-remaja, remaja, dewasa, tua, lalu mati. Saat seorang anak perempuan mencapai usia remaja, atau aql baligh, maka tandanya adalah dengan dimulainya haid setiap bulan, serta tanda lain seperti tumbuhnya payudaranya. Ini perlu untuk mempersiapkan dia suatu saat nanti menjadi ibu. Ini juga tanda bahwa mulai saat ini anak perempuan tergolong anak besar yang harus bertanggungjawab atas kelakuannya. Kalau dia taat kepada Allah, dia mendapat pahala. Kalau dia menentang Allah, dia bertanggungjawab atas dosanya sendiri.)
* “Bagaimana caranya otak berkembang?” (Dimulai dari dalam rahim, sel-sel otak berkembang dengan sangat cepat sampai berjumlah berjuta-juta. Allah menciptakan otak bagi manusia untuk membantunya berpikir, bergerak, menaati Allah dan menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Otak adalah bagian penting tubuh kita dan karenanya harus diberi makan yang baik. Banyak minum dan makan yang sehat untuk membantu perkembangan sel-selnya. Banyak pula diberi makanan lain seperti bacaan dan kata-kata yang baik sehingga otak berpikir untuk hal-hal yang baik saja.)
* “Apa yang bikin tangan kita bergerak?” (Otak yang memerintahkan berbagai bagian tubuh kita untuk melakukan apa saja. Kalau tangan kita tersentuh sesuatunya, maka indera perasa di kulit kita mengirimkan pesan tentang benda itu kepada otak, lalu otak menyuruh tangan kita bergerak melakukan sesuatu dengan benda itu.)
* “Bagaimana suara keluar dari mulut?” (Kita memiliki semacam sound box atau kotak suara yang menghasilkan suara dengan cara bergetar. Ibu sudah lupa bagaimana persisnya, nanti kita cari di buku ya.)
* “Aku mau tahu tentang tubuh anak laki-laki. Aku mau belajar tentang tubuh laki-laki. Aku mau lihat penis Bu. Tapi aku mau belajarnya sendiri aja sama Ibu, jangan ada anak lain, nanti aku diketawain.” (Azka mengacu kepada sejumlah anak laki pra-remaja murid saya di sebuah panti asuhan di Jakarta; dia belajar bersama mereka.)
* “Kenapa bebek bertubuh kecil?” (Allah menciptakan berbagai mahluk dalam berbagai ukuran, dan selalu ada alasan dan tujuan kenapa suatu mahluk diciptakan dengan ukuran dan bentuk tertentu. Kita tidak selalu tahu alasannya tapi kita perlu belajar. Menurut Ibu, bebek berukuran kecil dan berbentuk seperti itu untuk memudahkannya berenang di sungai. Tapi untuk pastinya, kita cari nanti buku tentang bebek.)
* “Kalau kita naik di punggung gajah, apakah kita lebih besar daripada gajah?” (Kebanyakan manusia di jaman ini bertubuh lebih kecil daripada gajah tapi memang banyak manusia yang memiliki kemampuan menjinakkan dan memanfaatkan gajah. Kalau ada seseorang mengendarai gajah maka itu bukan karena mereka bertubuh lebih besar tetapi bisa menjinakkan si gajah.)
* “Bagaimana manusia berkembang biak?” (Dengan menikah dan melahirkan anak-anak mereka. Mahluk hidup memiliki cara yang berbeda dalam berkembang biak. Burung, pohon dan buaya punya cara sendiri. Manusia punya cara sendiri. Nanti kita cari di buku.)
* “Kenapa bajaj nggak ada wiper-nya kayak mobil?” (Ibu tidak tahu persis, tapi mungkin karena berbeda dengan mobil yang berjendela rapat, bajaj tidak punya jendela dan tidak mengalami pengembunan kalau hujan sehingga tidak butuh wiper.)
* “Kenapa bajaj tidak punya jendela?” (Setahu Ibu, bajaj punya semacam jendela dari kain terpal. Tapi kenapa bukan jendela kaca seperti mobil? Yang ini Ibu tidak tahu. Kapan-kapan kita tanya supir bajaj saja.)
* “Kenapa kita harus menutup aurat?” (Karena Allah menjadikan manusia khalifah di muka bumi. Agar menjadi orang yang cukup baik untuk menjadi khalifah mereka harus memelihara kehormatan diri dan ahlak mereka, serta selalu taat kepada Allah. Salah satu tanda ketaatan adalah melaksanakan perintah Allah untuk menutup aurat. Dengan demikian manusia juga terlindungi dari sengatan iklim serta pandangan mata orang yang tidak berhak melihat aurat kita.)
* “Kalau aku nanti dilamar orang, kalau aku udah besar lho, kalau aku dilamar orang yang bukan Muslim bagaimana Bu?” (Ibu yakin bahwa Islam adalah jalan hidup terbaik dan sempurna dan Allah jelas-jelas menentukan bahwa seorang pria Muslim mesti menikah dengan wanita Islam dan sebaliknya.)
* “’Gimana kalau orang itu mau bertaubat? (Kalau begitu, katakan saja kepada pria itu bahwa dia perlu lebih dulu belajar mengenal Islam dan menjadi seorang Muslim, demi kebaikannya sendiri. Katakan saja, ‘Kalau saudara sudah menemukan dan meyakini Islam, dan aku masih belum menikah, ya kita lihat lagi kemungkinannya’.)
* “Bagaimana kalau nanti aku dilamar orang, tapi orang itu sudah menikah dengan orang lain?” (Islam memang mengijinkan seorang pria untuk beristri lebih dari satu orang tetapi pria itu harus benar-benar baik hati dan memperlakukan semua istrinya dengan sama baiknya. Ini yang sebenarnya sulit dicapai. Kalau ada orang yang sudah beristri ingin menikahi kamu, cari tahu dulu apakah dia memang seorang suami yang baik dan memperlakukan istrinya dengan baik pula. Kalau memang benar, ya katakan saja bahwa kamu harus minta petunjuk Allah dulu. Lalu shalat istikharah. Kalau sudah yakin, ya nikahilah dia.)
Ketika Azka melemparkan pertanyaan terakhir itu, saya mulai bertanya-tanya dalam hati, “Gilakah aku? Masa’ jam 10 malam bicara tentang poligami dengan anak berumur 6 tahun!” Lagi pula saya sudah sangat lelah. Akhirnya kusuruh dia diam dan pergi tidur saja. “Sekarang Ibu capek banget…”
“Tapi aku nggak bisa tidur Bu! Aku mau tanya lagi! Aku mau belajar. Aku mau pinter!”
“Memangnya kamu masih punya berapa pertanyaan? Satu, lima, enam?”
“Sebelas. Aku punya sebelas pertanyaan sekarang.”
“Ya Allah, I can’t answer eleven questions now! They’ll have to keep until tomorrow. Sekarang tidur atau Ibu cubit pantatmu!”
Azka lalu menggeleser ke ujung tempat tidur, memeluk kakiku dan segera terlelap. Tinggal saya yang merasa terengah-engah kecapekan.
(***)
Boks 2: Betulkah Penis Masuk Vagina?Saya tengah membaca di tempat tidur ketika Azka, yang sebenarnya sedang agak demam, melonjak-lonjak di kasur seraya mengacungkan sebuah raket badminton yang berulangkali berusaha ditusukkannya ke celah di antara ranjang dan dinding.
“Masuk, masuk..!” katanya berulangkali.
“Apa yang mau kamu masukkan?” tanya saya sambil lalu.
Dia tertawa sedikit dan tampak agak tak yakin – sesuatu yang sama sekali tidak biasa. “Penis?” tanyanya mencoba-coba.
Hampir saya terduduk tegak tapi cepat-cepat kembali memasang tampang biasa saja. Saya sebenarnya sudah mengantisipasi akan munculnya ucapan ini dari Azka karena dua pekan sebelumnya kami bersama-sama membaca buku tentang keajaiban penciptaan manusia dan melihat gambar-gambar penis, testis serta sistem reproduksi wanita. Kami melihat gambar bayi keluar dari jalan lahir.
Azka sudah bertanya tentang bagaimana sperma bisa bertemu dengan sel telur dan saya menjelaskan bahwa sperma berenang mencari sel telur di dalam saluran telur wanita. Dia tidak bertanya tentang “bagaimana sperma yang keluar dari penis bisa sampai di rahim dan berenang ke saluran telur wanita” tetapi rupanya di benaknya sudah mulai terbentuk gambaran yang sesungguhnya.
“Mau masuk ke mana penis itu?” kali ini saya tanya dengan nada suara tenang dan seolah tidak apa-apa.
“Ke vagina?” dia mencoba-coba. Azka memang sudah mengetahui sejak dia berumur 4 tahun bahwa di bagian tubuh wanita ada 3 bukaan, yakni urethra tempat keluarnya pipis, vagina yang merupakan jalan lahir, serta anus tempat keluarnya BAB.
“Penis siapa?”
“Babe.” Azka memang menyebut ayahnya dengan sebutan ala Betawi itu.
“Dan vagina siapa yang kamu maksud?”
“Vagina Ibu.”
“Jadi?”
“Penis Babe masuk vagina Ibu…” jawabnya.
Saya terdiam sejenak. Kemudian, bismillah, saya terjun dari ketinggian tebing amanah menjadi ibu, ke dalam sungai komunikasi yang dalam dan gelap itu, seraya mempercayakan lisanku kepada Allah semata. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan sejujur dan seterbuka ini dengan Azka untuk membicarakan keagungan Allah yang diwujudkan dalam proses suci penciptaan manusia ini.
Saya pertama kali berbicara tentang konsep sexual intercourse atau jima’/hubungan suami istri kepada anak sulung saya, Adzkia, ketika dia berusia 12 tahun dan saya masih tetap menganggap bahwa itu sudah terlalu lambat.
“Itu memang benar nak,” saya katakan kini kepada Azka.
Tangannya berhenti menusuk-nusukkan raket dan Azka melotot memandangi saya. “Betul? Penis Babe masuk vagina Ibu?”
“Yes.”
“Kenapa?”
“Itu sesuatu yang diatur Allah bahwa suami dan istri boleh menunjukkan cinta mereka satu sama lain dengan cara seperti itu. Lalu, sperma si suami yang dihasilkan oleh testisnya mengalir lewat penis dan berenang masuk ke dalam rahim si istri sampai kemudian bertemu dengan sel telur. Insya Allah nanti jadi bayi. Kita sudah belajar kan tentang zygote dan janin?”
“Iya, iya, dari cuma kecil saja sampai tumbuh besar terus jadi bayi,” dia menjawab dengan penuh semangat karena memang kami sudah pernah mempelajari gambar-gambar janin dan perkembangannya dalam rahim. “Tapi, kalau penis Babe masuk vagina Ibu, berarti Babe dan Ibu tukeran? Jadi Babe punya vagina, Ibu punya penis?”
Saya hampir tidak mampu menahan tawa tapi tentu saja tak boleh itu saya lakukan agar dia tidak merasa diejek. Namun sesungguhnya batin saya dipenuhi rasa syukur karena mampu bersikap tenang dan sejuk seolah tengah mengobrol tentang kemana akan berbelanja, dan bukannya tentang masalah sepenting dan sebesar penciptaan manusia ini.
“Nggak sayang, tidak tukeran. Babe tetap punya penis, dan Ibu tetap punya vagina.”
“Tapi ‘kok bisa masuk? ‘Kan penis panjang, vagina pendek?” Azka mengukur-ukur ibu jari dan telunjuknya.
“Allah mengatur bahwa penis dan vagina suami istri selalu tepat ukurannya.”
“Ah, tapi vaginaku pendek sekali Bu. Tiap di kamar mandi aku selalu ukur.”
“Untuk yang ini, Azka harus menerima apa kata Ibu. Percaya saja. Ukurannya pas.”
Kemudian dia bertanya apakah setiap kali orang melakukan “tukeran” penis dan vagina maka sudah pasti akan menghasilkan seorang bayi? Tidak, jawabku. Tapi orang tua tetap melakukannya meski tidak menghasilkan bayi.
“Kenapa?”
“Hmmm, ya Allah mengijinkan Babe dan Ibu melakukan itu sebagai tanda cinta kami. Soal anak, kan Allah yang kasih! Kalau Allah belum kasih ya nggak apa-apa!”
Azka berhenti bertanya. Saya berhenti bicara. Saya anggap semua jawaban saya sudah memuaskan keingintahuannya karena itulah dia berdiam diri.
Babe Azka masuk ke kamar sejurus kemudian, dan saya sampaikan apa yang baru saja kami percakapkan. Babe memeluk Azka, lalu katanya, “That’s true, semua yang Ibu katakan kepadamu memang benar. Tapi Azka tidak perlu membicarakan semua itu dengan orang lain.”
“Kenapa?” tanya Azka.
“Karena itu menyangkut aurat dan kita tidak membicarakan soal aurat kita dengan siapa pun. Kamu hanya bicarakan ini dengan Ibu dan Bapak. Mengerti?”
Azka mengangguk lalu lari keluar meninggalkan raketnya di tempat tidurku.
(***)
Boks 3: Bagaimana perempuan nggak solehah melahirkan?Salah satu berkah yang diperoleh seseorang dari mendidik anak-anak adalah kegembiran yang segera terasa dalam jiwa ketika ank-anak tadi membuka dirinya kepada kita dan berkembang layaknya bunga mekar di pagi hari.
Sudah beberapa waktu ini saya mengajar sains dan Bahasa Inggris kepada sekelompok anak laki-laki berusia antara 10 sampai 13 tahun di sebuah panti asuhan di Jakarta. Program utama pelajaran mereka adalah tahfizhul Qur’an sedangkan pelajaran-pelajaran lain bahkan matematika menjadi ekstra-kurikuler.
Pagi dan siang ini, misalnya, saya menghabiskan waktu beberapa jam bersama anak-anak ABG ini mempelajari tubuh manusia dan penginderaan. Saya bicara kepada anak-anak yang sebagian besarnya sudah begitu lama menjadi yatim piatu sehingga tak lagi ingat wajah orang tua mereka, tentang betapa sentuhan dan kasih sayang adalah kebutuhan yang sama pentingnya dengan makanan bagi seseorang untuk bertahan hidup.
“Sentuhan adalah bagian penting hidup kita. Sama pentingnya dengan kebutuhan dasar seperti makanan, air, udara... Ada seorang bayi yang cukup diberi makan tetapi tak pernah dipeluk dan disentuh dengan kasih sayang, maka dia bisa mati. Sentuhan yang diberikan oleh seseorang kamu sayangi memberi perasaan nyaman dan bahagia,” saya menjelaskan.
“Bagaimana dengan ciuman?” tanya Sulaiman, seorang pemuda kecil berumur 12 yang tampan dan sudah lupa wajah ibunya. Tak lama kemudian kami pun bicara tentang pernikahan dan kelahiran bayi.
“Siapa yang melahirkan kamu? Ibumu. Tapi Ibumu tidak melakukannya sendiri. Ayahmu juga ikut berperan dalam kelahiranmu,” saya menjelaskan. “Karena itulah wajah dan tubuh kalian mirip dengan wajah dan tubuh bapak dan ibu kalian, bukan hanya mirip dengan Ibu.”
“Saya mirip Ibu saya,” Lutfi berseru.
“Bayi keluarnya dari mana?” tanya Sulaiman.
“Lewat vagina ibunya,” jawab saya sebelum melanjutkan dengan penjelasan bahwa bila laki-laki memiliki dua bukaan di bagian bawah tubuhnya yakni penis dan anus, maka wanita memiliki tiga bukan yakni urethra, vagina dan anus.
“Ada tiga?!!” Suleiman berseru heran.
“Ada dua cara seorang bayi dilahirkan, lewat vagina ibu mereka atau lewat operasi Cesar ketika dokter membedah perut dan rahim si ibu serta melahirkan bayinya,” saya menjelaskan. “Ibu-ibu kalian, perempuan-perempuan salihah itu, melahirkan kalian melalui vagina atau melalui operasi.”
Suleiman berseru lagi, sambil mengacungkan telunjuknya. “Kalau perempuan-perempuan yang nggak solehah, melahirkannya lewat mana?”
Kali ini saya benar-benar tidak bisa menahan senyum!
(***)
Penutup: Banyak Ditanya, Banyak BelajarSulit? Memang tidak mudah. Tetapi dengan memohon pertolongan Allah dan berlatih, insya Allah suatu saat nanti Anda akan terbiasa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan si kecil. Ini sungguh penting, karena akan ada masanya ketika anak memasuki usia remaja dan berteman dengan anak-anak lain yang lebih senang berahasia karena khawatir orangtua mereka tak memahami. Bagaimana kalau ternyata si teman bereksperimen dengan narkoba atau pornografi dan mengajak anak Anda ikut bersamanya? Pada saat-saat seperti itulah insya Allah komunikasi yang sehat dan jujur dengan ayah dan ibunya akan membantu anak mengatasi godaan teman sebayanya.
Yang tak kalah penting sebenarnya adalah bahwa betapa pun sulitnya, bicara dengan si Kecil sedini mungkin memaksa orangtua untuk terus belajar sehingga tambah luas pengetahuannya dan tambah bijak, insya Allah. Siapa yang tak mau tambah ilmu dan pahala?