Tuesday, March 30, 2010

Lusinan Kegiatan Anak Tanpa TV


Ditulis oleh Suami Mbak Santi Soekanto:




  1. Kebanyakan anak suka membuat pertunjukan, karena itu sarankan mereka untuk menyiapkan sebuah konser atau pertunjukan drama. Teman ataupun tetangga Anda mungkin suka menyaksikannya, dan anak-anak mereka bisa ikutan juga. Kalau perlu bikin panggung kecil-kecilan
  2. Kalau anak-anak kalian cukup besar dan pekarangan rumah juga cukup luas, biarkan mereka camping di halaman rumah. Kalau tak punya tenda, ya pinjam dari teman atau sewa. Jangan lupa menyediakan keperluan untuk bergadang.
  3. Bikin minuman dingin segar dari berbagai buah. Anak-anak suka membantu hal-hal yang ringan seperti ini. Potong-potong buah apa saja, campur dengan susu dan es, lalu blender. Kalau ada yoghurt dan ice-cream tambah asyik.
  4. Belilah kotak-kotak kardus polos dan biarkan anak-anak mengubahnya jadi kotak perhiasan atau peralatan yang indah dan wah dengan menggunakan cat, pita warna-warni, glitter (potongan kertas berkilat), dan hiasan lainnya.
  5. Main petak umpet sampai puas. Anak-anak sangat suka memainkannya bila orang dewasa ikut bermain.
  6. Berkebunlah. Belilah benih sayuran atau bunga dan bantulah anak-anak menanam, mengairi, dan mengaturnya menjadi sebuah taman baru yang mungil, milik mereka sendiri.
  7. Bukalah peta daerah tempat tinggal Anda, di kota maupun di desa, cari tempat-tempat baru untuk berpiknik. Siapkan nasi bungkus, camilan, buah, banyak minuman dingin, dan apa saja yang bikin asyik.
  8. Ajari anak permainan-permainan baru, seperti ular tangga, scrable (menyusun kata-kata), catur, halma dan banyak lagi.
  9. Membuat koleksi serangga dari kebun atau taman dekat rumah. Carilah belalang, kupu-kupu, jangkrik, kepik, dan berbagai jenis cacing. Jika serangga-serangga itu dibawa pulang, pastikan tempatnya diberi cukup ventilasi dan makanan yang cocok.
  10. Nyalakan nasyid dan musik yang sehat (banyak musik yang bikin kacau hati dan pikiran), menarilah bersama anak-anak di dalam rumah. Kalau perlu belajar marawis, tarian khas Arab itu lho..
  11. Kunjungi pasar tradisional yang becek dan berbau khas. Selain bisa mengajarkan anak-anak untuk lebih berhemat, mereka juga harus dekat dengan kehidupan rakyat yang lebih nyata.
  12. Bersepedalah sekeluarga. Jika jumlah sepeda tak cukup, pinjam pada teman pun tak mengapa. Menjelajahi berbagai tempat di sekitar rumah dengan sepeda, memberi kesan yang berbeda dibandingkan dengan sepeda motor atau mobil.

  13. Jalan-jalan keluar masuk kampung. Anda pasti akan menemukan hal-hal baru yang tak terduga. Jangan memakai pakaian yang mencolok apalagi perhiasan. Bawa minum yang banyak supaya tak perlu beli di jalan.
  14. Mengecat wajah anggota keluarga satu sama lain, dengan menggunakan cat air. Untuk lucu-lucuan saja. Bisa bikin wajah kucing, monyet, panda, jago kung fu atau apa saja.
  15. Berjalan kaki di daerah yang masih alamiah, bisa ke gunung, atau ke pinggiran kota yang masih banyak hutan. Kumpulkan berbagai jenis daun, batu, dan kayu untuk dihias menjadi kolase.
  16. Kalau Anda tinggal di dekat laut, jelajahi pantainya, kumpulkan kerang dan batu karang, jadikan hiasan di dekat jendela.
  17. Cobalah ber-ice-skating. Jika cuaca panas ini asyik untuk mendinginkan kepala. Hanya saja tempat-tempatnya baru ada di mal-mal tertentu saja.
  18. Tempat ‘persembunyian rahasia’. Biarkan anak-anak balita Anda membangun tempat rahasia mereka dengan menggunakan sprei, bed-cover, atau bahkan sarung yang diikatkan di ujung-ujung meja atau kursi. Mereka akan tahan berlama-lama di sana apalagi kalau ada buku, camilan, atau permainan kecil lainnya.
  19. Sepuluh pin-bowling. Isilah 10 buah botol plastik bekas air mineral atau minuman ringan dengan pasir sampai 1/3-nya saja. Untuk menghiasinya, lepaslah mereknya dan semprotlah botol dengan cat putih. Buatlah garisnya dengan kertas berwarna dan glitter, lalu beri nomor. Untuk “bola bowling”-nya bisa memakai bola tenis.
  20. Buatlah kartu pos yang menarik, atau tulislah surat ke teman baru di luar kota atau di luar negeri. Anak-anak akan gembira menerima surat atau kartu pos balasan.
  21. Belilah kamera sekali pakai (disposable) untuk anak yang lebih besar. Hasil jepretan mereka selama liburan bisa dibikin album berhias (scrapbook).
  22. Bawalah mereka ke berbagai pertunjukan, dongeng, konser nasyid, panggung boneka, dan lain-lain. Berhati-hati memilih pertunjukan, jangan sampai kontra-produktif dengan nilai-nilai Islami yang kita tanamkan.
  23. Jika anak Anda belum bisa berenang, ajari mereka, bila perlu adakan les renang bersama teman-temannya. Tidak pernah terlalu cepat (terlalu lambat) untuk melatih anak Anda mahir di air.  
  24. Kunjungi kebun binatang, peternakan, aquarium dan tempat-tempat hayati lainnya.
  25. Pergilah ke kebun raya, dan berpikniklah. Lempar-lemparan frisbee (piringan terbang), bermain sepak bola, apa saja yang seru.
  26. Bawalah anak-anak Anda ke museum, galeri seni, atau planetarium. Kebanyakan tempat seperti itu mengadakan acara khusus selama liburan sekolah.
  27. Terbangkan layang-layang. Jika tak punya layang-layang, buatlah sesuka hati. Kunjungi situs www.planetmath.com/activities/flykite/kiteplans.html untuk belajar membuat layangan dari berbagai bahan bekas.
  28. Buatlah film sendiri, gunakan kamera video milik Anda. Anak-anak akan asyik membuat ceritanya sendiri (storyline), pilihlah siapa yang jadi sutradara dan siapa pemainnya.
  29. Buatlah buku cerita sendiri. Anak-anak yang lebih besar bisa menulis dan memberi ilustrasi sendiri untuk bukunya. Bacakan buku itu kepada seluruh keluarga menjelang tidur.
  30. Rancanglah sebuah diorama. Diorama adalah adegan diam dalam sebuah kotak. Adegan apa saja. Yang Anda butuhkan adalah sebuah kotak sepatu, catlah dengan warna yang sesuai dengan adegan, boneka-boneka kecil, boneka binatang dari plastik, dinosaurus, mobil-mobilan atau motor-motoran mungil, meja kursi boneka yang mungil, dan apa saja. Ramaikan suasana dengan daun, ranting, dan bebatuan lekatkan di kotak itu. Bisa juga digunakan gambar-gambar dari potongan majalah. Bukan hanya hutan-hutanan mungil, anak Anda bisa memilih adegan favorit apa dalam film kesukaannya untuk dibuat diorama.
  31. Bikin kedai limun sejuk dan segar. Campurlah 3,5 cangkir air, 1 cangkir jeruk nipis peras dan 1 cangkir gula, aduk sampai gulanya larut. Sajikan dengan potongan-potongan jeruk nipisnya, dan anak Anda siap berbisnis.
  32. Undanglah anak-anak lain untuk ikut dalam “Olympiade Kecil” di kebun atau taman lokal. Biarkan mereka memilih negara mana yang akan mereka wakili. Boleh juga mereka buat “negara baru” yang belum pernah ada. Lalu siapkan berbagai perlombaan sederhana. Lomba lari, balap karung, membawa telur dengan sendok, lomba lompat katak, melempar bola ke sasaran tertentu, apa saja bisa.
  33. Adakan “Hari Berbusana Aneh-aneh”. Bongkar kotak perhiasan Anda, sumbangkan pakaian, topi atau apapun yang sudah terlalu lama untuk dipakai lagi. Pakaikan ke anak-anak. Semakin aneh semakin seru.
  34. Berburu harta karun. Rancanglah sebuah perburuan harta karun yang sederhana yang melingkupi rumah dan pekarangan Anda. Buatlah sebuah peta, lengkapi dengan petunjuk dan tanda-tanda rahasia. Tentukan titik memulai dan titik akhirnya. Sembunyikan sebungkus permen, atau biskuit, atau cokelat sebagai “harta karun”-nya, atau bahkan sebuah hadiah istimewa, atau makanan kecil lainnya untuk menuntun anak-anak menuju “harta karun”.
  35. Buatlah “Panggung Boneka”. Yang Anda butuhkan adalah:
    1. Sebuah kotak kardus besar
    2. Gunting besar yang tajam
    3. Lakban (silotip besar)
    4. Kain-kain bekas berwarna meriah dan kontras
    5. Lem kain
    6. Pita
    7. Boneka-boneka
Agar tetap aman, Anda bagian menggunting dan membentuk kotak kardus menjadi sebuah panggung kecil, anak-anak bagian menempel dan menghias panggung. Biarkan mereka membuat ceritanya sendiri, atau memanggungkan cerita dari buku yang telah dibacanya. Lalu undang teman-temannya menyaksikan pertunjukan seru itu.
  1. Terbanglah dengan pesawat-pesawatan kertas. Semua anak menyukainya. Lipatlah kertas berukuran A4 menjadi pesawat (lihat gambar). Warnai seindah mungkin dengan cat air agar tetap ringan dan terbang dengan mantap.
  2. Anak-anak yang sudah agak besar akan menikmati kunjungan ke bangunan-bangunan tua dan antik.
  3. Bikin pertunjukan sirkus kecil-kecilan. Latihlah anak Anda beratraksi semeriah mungkin dengan berjalan di atas tangan. Jungkir balik dengan trampolin. Jangan lupa badutnya. Meriahkan dengan musik intrumental yang seru.

Friday, March 19, 2010

Mengenalkan Alquran Sejak Dini









Mengenalkan Alquran pada anak?
Mulailah dengan hal-hal yang membuat mereka suka. Nuraeni (34 tahun) mengaku bingung. Pratama (5), anak pertamanya sangat sulit diajarkan menghafal dan membaca Alquran. Padahal, anak tetangganya sudah bisa menghafal surat-surat pendek dan mulai mengenal huruf hijaiyah. "Dari mana sih mulainya? Bagaimana cara ngajarinnya?" keluhnya.



Meski tak mudah, seharusnya Nuraeni tak perlu berkecil hati. Memperkenalkan Alquran sebagai kitab suci dan firman Allah SWT, menurut psikolog keluarga Elly Risman, memang perlu dilakukan sejak dini. Lantunan ayat suci Alquran, harus mulai diperdengarkan sejak anak masih dalam kandungan sang ibu. Bahkan, idealnya ayat-ayat Alquran diperdengarkan saat kandungan sang ibu berusia empat bulan.


''Karena sejak usia itulah sambungan antarneuron mulai terbentuk,'' ujarnya. Lantunan ayat suci Alquran itu bisa diputar lewat kaset. Namun, idealnya kedua orang tualah yang membacakan dan melantunkan ayat suci Alquran tersebut khusus untuk si buah hati yang ada dalam kandungan.


Cara yang menyenangkan


Setelah anak lahir, menurut Elly Risman, pada jam-jam tertentu perlu diperdengarkan ayat suci Alquran. Saat anak sudah bisa bermain dan mulai menginjak usia 2,5 tahun, orang tua bisa mengajarkan anaknya untuk menghafal surat-surat pendek Alquran. Tentu, dengan cara yang menyenangkan.


Bahkan, lanjut dia, orang tua juga bisa mulai mengenalkan huruf arab dengan membuat kartu-kartu kecil. ''Secara tidak sengaja, anak perlu dikenalkan dengan huruf hijaiyah melalui kartu-kartu kecil,'' tuturnya. Dengan begitu, anak secara tidak langsung bisa mengenal tulisan Alquran. Sistem pengajaran Alquran pada anak, lanjut dia, perlu dilakukan dengan menerapkan pola suka, perbuatan, dan pengertian. Anak awalnya harus dibuat suka terhadap Alquran. Tentu saja, anak akan menyukai Alquran bila kedua orang tuanya juga rajin membaca ayat-ayat suci tersebut.


Setelah anak gemar dan suka dengan Alquran, maka orang tua bisa menerangkan kepada sang anak tentang perbuatan yang baik yang diperintahkan Alquran dan perbuatan yang tak boleh dilakukan. Sedangkan, pengertiannya bisa dijelaskan saat anak berusia tujuh tahun. Saat usia itulah, seluruh sambungan saraf otak anak sudah mulai tersambung secara sempurna. Mengenalkan Alquran kepada anak, lanjut dia, bisa dilakukan dengan menerapkan pola 3B, yakni bernyanyi, bermain dan bercerita.


Menghafal ayat-ayat Alquran bisa dilakukan dengan bernyanyi dan bermain. Dengan pola itu, anak akan merasakan menghafal Alquran itu sangat menyenangkan. ''Meski begitu, anak-anak harus diberitahu soal adab memperlakukan Alquran sebagai kitab suci,'' tutur psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati ini.


Menurut dia, orang tua harus memberi pengertian kepada buah hatinya bahwa Alquran tidak boleh dimain-mainkan sembarangan. ''Nah, adab cara menghormati Alquran inilah yang harus dicontohkan kepada anaknya, sebab anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.'' Anak harus diperkenalkan bagaimana cara memegang dan menyimpan Alquran sejak dini.


Membaca dan memahami



Belajar huruf Alquran, menurut psikolog tamatan Universitas Indonesia ini, juga bisa dikembangkan dengan cara bernyanyi dengan suasana bermain. ''Pokoknya, anak harus dibuat fun saat diajarkan huruf Alquran,'' imbuhnya. Setelah anak berusia tujuh tahun ke atas, anak juga mulai dikenalkan dengan menyambungkan huruf-huruf hijaiyah tersebut. Karena, sejak usia 2,5 tahun sudah mulai dikenalkan dengan huruf tersebut.


Pentingkah mengajarkan anak untuk memahami ayat-ayat yang dibacanya? Menurut Elly, tafsir Alquran juga bisa diajarkan seiring anak belajar menghafal. Tafsir tersebut diajarkan dalam bentuk bercerita. Orang tua bisa menuturkan sebuah cerita dari ayat yang tengah atau sudah dihafal anaknya. ''Lewat cerita itulah, tafsir Alquran diajarkan kepada sang anak,'' imbuhnya.


Saat ini, mengajarkan anak membaca dan mengerti ayat-ayat Alquran sudah semakin mudah. Agar anak bisa cepat membaca Alquran, telah banyak metode ditawarkan. Salah satu metode yang berhasil adalah metode iqra.


Sedangkan, untuk mengenalkan tafsir, kini telah hadir buku tafsir Alquran untuk anak-anak. Buku tafsir untuk anak ini diterbitkan Divisi Anak dan Remaja penerbit Mizan. Buku tafsir ini merupakan kelanjutan dari buku-buku seperti hapalan surat-surat pendek dan kata Allah dalam Alquran yang merupakan tahap awal memperkenalkan firman Allah kepada anak. Tafsir Alquran sebenarnya merupakan tahapan pengenalan yang lebih dalam. Melalui buku tafsir Alquran untuk anak-anak ini, anak-anak mulai diajak untuk melakukan pemaknaan yang sedikit lebih dalam, tapi tetap mudah dicerna.


Buku tafsir tersebut mengandung penjelasan dari penulis, pendapat ulama, kisah-kisah pendukung, hadis nabi dan ayat-ayat Alquran pendukung. Selain itu, buku tersebut juga mudah dicerna karena disajikan dengan visualisasi yang kaya; ada gambar, ornamen juga komik. Menurut sang penulis, Dr Afif Muhammad, hal itu sengaja ditempuh karena bagi anak-anak bahasa visual memiliki arti yang begitu penting. ''Anak-anak akan lebih mudah mencerna pesan dan merasa lebih 'terlibat' untuk menggali kandungan ayat Alquran yang disajikan dalam buku tersebut,'' ujarnya kepada Republika dalam sebuah kesempatan.


Saat ini, tak kurang ada sepuluh jilid seri Tafsir Alquran untuk anak-anak. Setiap buku tafsir Alquran itu memuat satu, atau beberapa surat yang disesuaikan dengan panjang pendeknya surat. Tak hanya itu, setiap seri buku tafsir tersebut juga dilengkapi dengan pengetahuan dasar mengenai ilmu Alquran ('Ulum Alquran) dan kotak bahasa yang akan mengenalkan kata-kata dalam Alquran kepada anak-anak secara bertahap. Buku tafsir Alquran untuk anak ini juga dilengkapi dengan istilah-istilah tafsir yang membantu anak mengenal istilah-istilah Alquran.


------------
Disadur dari: Republika Online
Minggu, 31 Oktober 2004
Republika Online
"

Elly Risman: Mendidik Anak Di Era Layar

by: Andi Sri Suriati Amal




Alhamdulillah, senang sekali karena bisa hadir di pengajian WIATMI Rabu kemarin. Thanks to Mbak Dian yang ngasih infonya bahwa bu Elly Risman yang akan mengisi pengajian kali ini. Meskipun ini bukan pertama kalinya mengikuti ceramah parenting yang disampaikan oleh Bu Elly, tapi tetap saja ceramah beliau menyentak perasaan karena materi yang disampaikan bu Elly selalu dilengkapi dengan data-data yang komplit dan baru. Di bawah ini adalah catatan yang sempat saya ambil, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Semoga bermanfaat.

Dalam ceramahnya Bu Elly menyampaikan bahwa kebanyakan orang tua sekarang tidak siap menjadi orang tua, tidak siap dengan perkembangan teknologi dan dampaknya, tidak siap dengan tantangan hidup di era digital serta tidak mengerti tahapan perkembangan anak. Hal ini ditandai dengan semakin terbiasanya anak-anak di hadapan TV, internet, video games bahkan HP. Alasannya tentu agar anak tidak ketinggalan zaman dan dapat menggunakan teknologi yang terbaru.

Seperti yang banyak terjadi sekarang ini misalnya membebaskan anak memakai telepon genggam, alasannya agar memudahkan komunikasi. Sebagian bahkan membekali anaknya yang masih duduk di SD atau SMP dengan Blackberry. Maka dengan fasilitas internet yang ada, mereka pun dapat berselancar di dunia maya secara leluasa. Atau bermain game yang isinya kadang sangat tidak mendidik.


Meskipun alasan tersebut ada betulnya tapi lagi menurut beliau orang tua lebih sering tidak tahu kapan seharusnya anak dibolehkan memiliki HP, apa dampak peralatan yang diberikan kepada otak anak, dan kita sendiri gagap terhadap peralatan teknologi, serta selalu merasa aman seperti tidak terjadi apa-apa (aman terkendali). Sehingga sering kali orang tua dengan mudahnya memberikan semua itu ke tangan anak tanpa ‘ngomong-ngomong’. Maksudnya tanpa kesepakatan dengan anak-anak tentang apa-apa yang boleh dan tidak boleh anak-anak lakukan dengan teknologi yang ada di tangannya.



Padahal dengan perasaan aman terkendali itu orang tua sebenarnya telah menempatkan anak ke tepi jurang, ibaratnya oleng sedikit saja, anak itu akan terjun bebas menuju jurang yang terdalam. Akibatnya anak-anak mejadi pelaku seks komersial, korban perkosaan, seks antar saudara dll. Dan tanpa kita sadari orang tua juga telah membiarkan anak menjadi sasaran pertama tembak pornografi dan narkoba. Selain itu anak-anak juga terancam kerusakan otak permanen dan mudah terjatuh ke sekte-sekte sesat selain pornografi dan narkoba. Kasus yang terbaru misalnya anak remaja lari dengan pacar virtualnya serta pemerkosaan lewat misscall, yaitu berpura-pura seperti salah sambung selanjutnya ngajakin kenalan, minta alamat dan berujung pada kasus perkosaan.

Ibaratnya diterjang sunami, begitulah keadaan anak-anak kita sekarang ini. Komik, film, games, TV, internet hingga HP semakin canggih dan dengan intensitas tinggi mempengaruhi perkembangan anak dan remaja kita. Karena itu sebagai orang tua yang bijak kita seharusnya dapat mengikuti dan mengetahui perkembangan serta pergaulan anak serta tahu perkembangan teknologi yang digunakannya. Untuk itu para orangtua diharapkan bisa mengenali lebih dekat tentang apa saja yang menjadi tontonan anak dan juga games yang mereka mainkan.

Tidak dipungkiri bahwa perkembangan teknologi tersebut memberikan sumbangan positif kepada kita, tapi jangan lupa efek negatifnya juga cukup banyak. Dalam hal ini bu Elly memberikan contoh dampak negatif permainan game yaitu dapat menyebabkan addiksi pada game, malnutrisi, osteophorosis dan kolesterol tinggi. Selain itu games juga mempunyai dampak negatif tidak saja bagi otak juga fisik anak yaitu membuat anak menderita RSI (repetitive strain injury), yakni berupa radang jari tangan/sindrom vibrasi lengan serta nyeri tulang belakang. Hal ini akan berkembang menjadi kecacatan. Selain itu efek sinar biru yang dipantulkan layar monitor akan mengikir lutein pada retina mata yang akan berakibat degenerasi makula yaitu memandang dua objek menjadi terlihat satu objek.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa ada agenda ‘penjahat’ yang memang dengan sengaja menjadikan anak-anak kita sebagai sasaran utama tembak pornografi dan narkoba. Tujuan mereka yang pertama yaitu agar anak-anak kita memiliki mental model atau perpustakaan porno di kepalanya yang dengan mudah diakses kapan saja. Hal ini dapat menyebabkan anak mengalami ejakulasi atau mimpi basah tidak hanya pada saat tidur tapi bisa terjadi berulang-ulang tidak kira pagi, siang ataupun malam. Dan menurut penelitian jika anak-anak telah mengalami mimpi basah antara 33 – 36 kali maka bisa dipastikan anak tersebut akan mengalami addiksi pada pornografi. Kedua, menjadi pasar masa depan, pembeli utama produk-produk ‘setan’ tersebut. Dan yang ketiga adalah pengrusakan otak secara pemanen.

Lantas bagaimana peran orang tua dalam menangkal ancaman ‘penjahat’ tersebut? Dalam hal ini Bu Elly menyarankan agar orang tua mengikuti perkembangan teknologi, tidak latah, dan yang terpenting adalah memperbaiki komunikasi dengan anak serta kesepakatan suami istri dalam menjalankan pengasuhan bersama.

 
Selain itu orang tua juga perlu menanamkan tiga hal penting ke dalam diri anak. Yaitu, pertama hadirkan Allah dalam diri anak. Seperti menyampaikan pesan-pesan Allah dalam Al-Qur’an semisal pesan agar menahan pandangan dan perasaan serta perintah untuk menjauhi zina. Kedua, membangun konsep diri/harga diri yang baik dan tangguh kepada anak. Bahwa diri anak sangat berharga, jadi seyogyanya mereka menjaganya dengan baik dan tidak mudah disentuh begitu saja oleh orang lain. Dan yang ketiga adalah mengajarkan anak agar selalu berpikir kritis (critical thinking) sehingga tidak mudah dipengaruhi atau diajak ke hal-hal negatif.


Terakhir sekali Bu Elly mengingatkan kepada semua orang tua agar senantiasa waspada karena setiap orang kelak akan diminta pertanggung jawaban (dihisap) atas yang dipimpinnya dan beliau juga mengutip surah An-Nisa ayat 9 yang artinya:

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”

Thursday, March 18, 2010

Self Esteem (Harga Diri) pada anak



Oleh: Ira Petranto
(Psikolog, Dosen, Penulis Buku)*

Sumber: Dari Sini

Rasa Percaya Diri Anak adalah pantulan Pola Asuh Orang Tuanya.

Bicara tentang anak, memang tidak ada habisnya. Dari sekian banyak penanganan klien yang saya garap baik di LPT UI maupun di klinik pribadi saya di Kebayoran Baru, hampir separuhnya adalah berupa Terapi Keluarga, sehubungan dengan problem seputar anak. Dalam hal ini saya tidak akan membatasi dengan anak usia tertentu, karena tentu berbeda penanganan anak balita, usia sekolah, usia puber, usia remaja, dan usia dewasa dini. Namun apabila saya mengatakan pola asuh, maka pola asuh yang dimaksud adalah pola asuh di usia awal anak, yaitu di usia sekolah sampai usia puber. Setelah itu, biasanya pada usia remaja, anak akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya (sekolah dan lingkungan lainnya). Sedangkan dalam menggunakan istilah Self Esteem (Harga Diri), saya merujuk pada anak-anak pada usia sekolah, puber, dan remaja.

Kita tahu, bahwa persoalan anak adalah persoalan orang tua juga, dan persoalan keluarga. Anak yang bermasalah akan mempengaruhi keseluruhan system keluarga, sebaliknya, keseluruhan system keluarga juga dapat berkontribusi terhadap persoalan pada anak.

Sebagai contoh, anak yang suka berbohong akan membuat orang tua menjadi pemarah, menjadi tidak akur satu dengan lainnya, akan menjadi contoh buruk pada adiknya, serta mengakibatkan suasana tidak nyaman di rumah. Persoalan satu anak membuat suasana yang berbeda di dalam keluarga. Sebaliknya, anak yang berbohong juga bisa berasal dari system keluarga yang tidak membuatnya nyaman. Mungkin tekanan yang berlebihan ataupun pengharapan yang terlalu tinggi melampaui kapasitas kemampuan anak, membuat anak memilih untuk berbohong daripada mengakui rapornya buruk, misalnya.

Dalam hal yang terakhir ini, yaitu pengaruh system keluarga pada anak, kita mengenal apa yang disebut Pola Asuh orang tua. Pola asuh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana kelak anak berperilaku, bentuk-bentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Pola asuh anak juga akan mempengaruhi Self Esteem atau harga dirinya di kemudian hari.

Self Esteem adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang berkembang dari feeling of belonging (perasaan diterima oleh kelompok sosialnya), feeling competent (perasaan efisien, produktif) dan feeling worthwhile (perasaan berharga, cantik, pandai, baik) (Felker, 1998). Jadi Harga diri seseorang bisa dikatakan baik apabila ia merasa diterima oleh kelompok sosialnya, merasa mampu dan merasa berharga.

Hal-hal ini adalah yang diinginkan oleh setiap orang tua pada anaknya. Setiap orang tua yang merasa memiliki anak-anak dengan perasaan tersebut di atas tentu bangga dan rasanya tidak sia-sia membesarkannya dan rasanya apa yang telah diperbuatnya kepada anak memang adalah hal yang benar.

Namun seringkali orang tua berperilaku sebaliknya. Artinya, ia baru merasa bangga pada anaknya apabila anaknya diterima oleh kelompoknya, kompeten kalau bisa dalam segala bidang, dan punya nilai lebih dimata orang lain seperti cantik, pintar, mahir dalam melakukan sesuatu dst. Hal ini biasanya bukanlah menambah rasa harga diri anak, melainkan justru seringkali merupakan ‘alat ampuh’ untuk mematikan harga diri anak. Karena tanpa hal-hal tersebut maka si anak tidak pantas memiliki harga diri.

Padahal harga diri si anak justru berkembang dari bagaimana perlakuan orang tua terhadap anaknya. Sehingga yang terpenting adalah perasaan diterima, perasaan kompeten dan perasaan berharga dari si anak itu sendiri terhadap dirinya, dan bukan dari orang tuanya.
Anak perlu diajarkan untuk memiliki self confidence (rasa percaya diri) yaitu mempunyai perasaan yang teguh pada pendiriannya, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai sesuatu. Ia juga perlu diajarkan untuk mempunyai self respect (hormat pada diri sendiri), yaitu mempunyai perasaan yang konstruktif, hormat pada orang lain, dan bersyukur pada apa yang dimilikinya.

Berbagai cara dapat diupayakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta rasa hormat diri pada anak ini oleh orang tua. Diantaranya adalah dengan mendorongnya untuk selalu berupaya, menerima kelebihan dan kekurangannya, dan memberikannya pujian dan hadiah pada perilakunya yang mengarah pada rasa percaya diri dan rasa hormat dirinya tersebut.

Menurut Papalia & Olds (1993), ada beberapa karakteristik orang tua yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan harga diri anak. Menurut mereka, orang tua yang hangat, responsive dan memiliki harapan-harapan yang realistik akan meningkatkan harga diri anak, sedangkan orang tua yang perfeksionis, suka mengkritik, terlalu mengontrol atau terlalu melindungi, memanjakan, mengabaikan, serta tidak memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang jelas dan konsisten akan menurunkan tingkat harga diri anak.

Sayangnya, banyak orang tua yang merasa bangga bahwa dirinya perfeksionis apabila berhadapan dengan anak, seolah-olah ia bertindak secara lebih baik daripada orang lain. Disamping itu, juga sangat banyak kita melihat orang tua yang sangat gemar mengkritik anak, walaupun dirinya juga jauh dari sempurna. Juga banyak sekali orang tua yang terlalu melindungi anak, memanjakannya dengan berlimpah mainan dan hadiah dari ponsel, Ipod, sampai Play Station yang canggih2. Namun juga tidak jarang kita melihat orang tua yang mengabaikan anaknya, terlalu sibuk dengan urusan sendiri, dan tidak memberikan arahan-arahan yang jelas kepada anak sehingga anak bingung apa yang seharusnya dilakukannya. Hal ini semua berkaitan dengan pola asuh orang tua.

Pola Asuh Orang Tua.
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif.Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:
  1. Pola asuh Demokratis
  2. Pola asuh Otoriter
  3. Pola asuh Permisif
  4. Pola asuh Penelantar.
Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Dari penjelasan tentang pola-asuh-pola asuh orang tua tersebut di atas, jelaslah bahwa tipe yang paling baik adalah tipe pola asuh Demokratis. Sedangkan pola asuh otoriter, permisif dan penelantar hanya akan memberikan dampak buruk pada anak.

Karakteristik-karakteristik Anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua.
Apa kira-kira dampak pola asuh tersebut pada anak? Berikut adalah karakteristik-karakteristik anak dengan pola-pola asuh tersebut di atas.
  1. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
  2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
  3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
  4. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Nah termasuk yang manakah anak-anak kita? Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, kita dapat mawas diri, kita masuk dalam kategori pola asuh yang mana. Dan apabila kita memahami pola asuh yang mana yang cenderung kita terapkan, sadar atau tidak sadar, maka kita dapat segera merubahnya.

Juga bisa kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Maka, wahai orang tua sibuk masa kini, mulailah berbenah diri. Sadari bahwa pola asuh kita menentukan bagaimana bentuk pribadi anak kita di masa yang akan datang.

Semoga artikel ini berguna bagi kita semua.
Jakarta, 28 April 2006

* Penulis adalah Psikolog Klinis di LPT UI (Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia), dan di Klinik pribadi di Jl. Ciomas II no 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan & Jl. Kemang Timur XI/9B, Kemang, Jakarta Selatan. Penulis juga Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Juga Penulis Buku: “It Takes Only One To Stop The Tango, Menyelamatkan Perkawinan Seorang Diri”, 2005, Penerbit: Kawan Pustaka, Jakarta. Buku ini menjadi Top Demand untuk kategori Indonesian Title versi Kinokuniya, Maret 2006.

Sunday, September 17, 2006

ANAK-ANAK KARBITAN II






BERBAGAI GAYA ORANGTUA
Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan -"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:

 
Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU)Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukscs. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat-­baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anakuya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi ! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat pcrcaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka "superkids" merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.
Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak kelompok orangtua "gourmet " atau-- kelompok borju menyekolahkan anak-­anaknya. 


College Degree Parents --- (ORTU INTELEK)Kelompok ini merupakan bcntuk lain dari keluarga intclck yang mcncngah ke alas. Mercka sangat pcduli dcngan pcndidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka "Superkids ", apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai buku bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.
dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah,

Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang

Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS)
Kelompok ini adalah kelompok orangtua Yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiadc matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan merijadi "seorang Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi "Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.

Sebagai ilustrasi dalam sebuhl arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik lakii-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta.Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar. Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan kelular sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas.
Gold
 
Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien doktcr jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!
intarnya.Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena Kita Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid "--seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film,....

Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana bintang cilik "Joshua " yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya "Superkids"--earlier is better". Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.
Do -it Yourself Parents

Parents--- (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi
kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran yang berbahaya.

Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep "Superkids " Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril" dengan lingkungannya.
Outward Bound

Merupakan kelompok orangtua yang sukscs dalam karier namun tidak memiliki
pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, narnun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat scmata. Oleh karena itu mercka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya. 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-­anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman, atau "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika " karangan Siegfried, "Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang " karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 6 Hari " karangan Sidney Ledson

Group Parents--(ORTU NGERUMPI)
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka t
erkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-­anak dengan berbagai perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cendcrung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation " dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua. Mereka memenuhi rumah tangga mercka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan.

Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mercka bcgitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar scorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik !


KAMU HARUS tAHU BAHWA TIADA SATU PUN YAN6 LEBIH TIN66I, AtAU LEBIH KUAT, ATAU LEBIH BAIK, ATAU PUN LEBIH BERHARGA DALAM KEHIDUPAN NANTI DARIPADA KENAN6AN INDAH ­TERUTAMA KENAN6AN MAN1S DI MASA KANAK-KANAK. KAMU MENDEN6AR BANYAK HAL TENTAN6 PENDIDIKAN, NAMUN BEBERAPA HAL YAN6 INDAH, KENAN6AN BERHARGA YANG TERSIMPAN SEJAK KECIL ADALAH MUNGKIN ITU PENDIDIKAN YANG TERBAIK. APABILA SESEORANG MENYIMPAN BANYAK KENAN6AN INDAN DI MASA KECILNYA, MAKA KELAK SELURUH KEHiDUPANNYA AKAN TERSELAMATKAN. BAHKAN APABILA HANYA ADA SATU SAJA KENAN6AN 1NDAH YAh'6 TERSIAMPAN DALAM HATI KITA, h1AKA ITULAH KENAN6AN YAN6 AKAN MEMBERIKAN SATU HARI UNTUK KESELAMATAN KITA"—DESTOYEVSKY’S BROTHERS KARAM0Z0V---
PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK
Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah "Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk.

Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai "Operator kurikulum” dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran " ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan "mesirr-mesin dalam menskor" capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sckolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi ? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan ? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-pcrilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang.

Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah--- dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk.... Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya !

Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan " pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking wilayah....
Mengkompetensi Anak--- merupakan `KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN?"
"Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk
oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasaYanig bertanggungjawab... "(Nature versus Nurture).
? Karena ada dua pengertian kompetensi---= ` kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendirSebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita-­sebagai komponen sentral dari konscp kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

" Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and I’ll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select--doctor, lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of this talents, penchants.,;, tendencies, vocations, and race of his ancestors ".Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini " setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) "dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : `The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were... simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Yersey".



Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-­kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara kognitif. Ulah karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja !. Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingintahuan -"curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita.

Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan
Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru scbagai pendidik akadcmik dan pendidik sanubari "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good and smart "-terang hati dan pikiran

Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas. Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya ber jam jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. Thomas Edison mengatakan bahwa "genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration ". Semangat belajar ---"encourige' - TIdak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati---kesukaan dan kecintaan--- belajar_ Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan "moral litermy" melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karaktcr inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik ...

PENUTUPMengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran--- "good and smart "--- merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi.

Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti...ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.

Hidup itu menciut Dan mengcrdil Bagaikan selokan kecil Bila dilepas bebas
la merah menggejolak
Bagaikan dahsyatnva samudera luas
---- lqbal--­*) Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation,


! "Empty Sacks will never stand upright"---George Eliot