Sunday, September 17, 2006

ANAK-ANAK KARBITAN II






BERBAGAI GAYA ORANGTUA
Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan -"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:

 
Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU)Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukscs. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat-­baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anakuya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi ! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat pcrcaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka "superkids" merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.
Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak kelompok orangtua "gourmet " atau-- kelompok borju menyekolahkan anak-­anaknya. 


College Degree Parents --- (ORTU INTELEK)Kelompok ini merupakan bcntuk lain dari keluarga intclck yang mcncngah ke alas. Mercka sangat pcduli dcngan pcndidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka "Superkids ", apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai buku bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.
dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah,

Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang

Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS)
Kelompok ini adalah kelompok orangtua Yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiadc matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan merijadi "seorang Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi "Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.

Sebagai ilustrasi dalam sebuhl arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik lakii-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta.Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar. Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan kelular sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas.
Gold
 
Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien doktcr jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!
intarnya.Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena Kita Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid "--seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film,....

Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana bintang cilik "Joshua " yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya "Superkids"--earlier is better". Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.
Do -it Yourself Parents

Parents--- (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi
kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran yang berbahaya.

Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep "Superkids " Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril" dengan lingkungannya.
Outward Bound

Merupakan kelompok orangtua yang sukscs dalam karier namun tidak memiliki
pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, narnun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat scmata. Oleh karena itu mercka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya. 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-­anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman, atau "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika " karangan Siegfried, "Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang " karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 6 Hari " karangan Sidney Ledson

Group Parents--(ORTU NGERUMPI)
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka t
erkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-­anak dengan berbagai perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cendcrung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation " dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua. Mereka memenuhi rumah tangga mercka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan.

Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mercka bcgitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar scorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik !


KAMU HARUS tAHU BAHWA TIADA SATU PUN YAN6 LEBIH TIN66I, AtAU LEBIH KUAT, ATAU LEBIH BAIK, ATAU PUN LEBIH BERHARGA DALAM KEHIDUPAN NANTI DARIPADA KENAN6AN INDAH ­TERUTAMA KENAN6AN MAN1S DI MASA KANAK-KANAK. KAMU MENDEN6AR BANYAK HAL TENTAN6 PENDIDIKAN, NAMUN BEBERAPA HAL YAN6 INDAH, KENAN6AN BERHARGA YANG TERSIMPAN SEJAK KECIL ADALAH MUNGKIN ITU PENDIDIKAN YANG TERBAIK. APABILA SESEORANG MENYIMPAN BANYAK KENAN6AN INDAN DI MASA KECILNYA, MAKA KELAK SELURUH KEHiDUPANNYA AKAN TERSELAMATKAN. BAHKAN APABILA HANYA ADA SATU SAJA KENAN6AN 1NDAH YAh'6 TERSIAMPAN DALAM HATI KITA, h1AKA ITULAH KENAN6AN YAN6 AKAN MEMBERIKAN SATU HARI UNTUK KESELAMATAN KITA"—DESTOYEVSKY’S BROTHERS KARAM0Z0V---
PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK
Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah "Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk.

Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai "Operator kurikulum” dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran " ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan "mesirr-mesin dalam menskor" capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sckolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi ? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan ? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-pcrilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang.

Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah--- dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk.... Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya !

Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan " pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking wilayah....
Mengkompetensi Anak--- merupakan `KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN?"
"Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk
oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasaYanig bertanggungjawab... "(Nature versus Nurture).
? Karena ada dua pengertian kompetensi---= ` kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendirSebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita-­sebagai komponen sentral dari konscp kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

" Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and I’ll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select--doctor, lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of this talents, penchants.,;, tendencies, vocations, and race of his ancestors ".Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini " setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) "dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : `The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were... simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Yersey".



Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-­kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara kognitif. Ulah karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja !. Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingintahuan -"curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita.

Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan
Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru scbagai pendidik akadcmik dan pendidik sanubari "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good and smart "-terang hati dan pikiran

Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas. Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya ber jam jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. Thomas Edison mengatakan bahwa "genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration ". Semangat belajar ---"encourige' - TIdak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati---kesukaan dan kecintaan--- belajar_ Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan "moral litermy" melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karaktcr inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik ...

PENUTUPMengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran--- "good and smart "--- merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi.

Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti...ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.

Hidup itu menciut Dan mengcrdil Bagaikan selokan kecil Bila dilepas bebas
la merah menggejolak
Bagaikan dahsyatnva samudera luas
---- lqbal--­*) Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation,


! "Empty Sacks will never stand upright"---George Eliot

ANAK-ANAK KARBITAN I



Oleh Dewi Utama Faizah
')


Anak-anak yang digegas, Menjadi cepat mekar Cepat matang, Cepat layu...

Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-­kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-­anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amatberagam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga pisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-­betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua ... Captive market I


Kondisi di atas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidaktahuannya... !

Anak-Anak Yang Digegas...
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak. Di antaranya yang
paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnva bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah.

Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra scorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian ? James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada bcberapa waktu silam.

Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada scorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan mcnggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan ! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga.... Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia mcnjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa. Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan pcnemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya Einsten yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun.

Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor kogtutif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early Childhood Training". Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang dimana-rnana, di Indonesia....
"Early Ripe, early Rot...!"

Gejala ketidakpatutau dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960 di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan "peluang emas" bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak­Kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.

Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amcrika sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah "Era Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akadcmisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Semcntara mcrcka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.

Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal " The Process of Education" pada lahun 1960, la menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika. "We begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development". Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana ! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk... early ripe, early rot !

Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.

Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep "kesiapan--readiness" dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological limitiions on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.

Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat anak­anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi "miniature orang dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak-anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa. berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat.

Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak ? Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan ? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ", sementara perasaannya menangis berteriak sebagai "anak".

Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody'S Child

I’M NOBODY'S CHILD
I'M nobody's child I'm nobodys child
Just like aflower I’m growing wild
No mommies kisses
and no daddv's smile
Nobody's louch me I’m nobody’s child

Dampak Berikutnya Terjadi... ketika anak memasuki usia remaja
Akibat negatif lainnya
dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak segan-segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia 0’ Brien menamakannya sebagai "?'he Shrinking of Childhood'. " Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. " Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks " serunya bangga.
Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh
tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, .... sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang berkarier di luar
rumah tidak menuliki waktu banyak dengan anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai "Cinderella Syndrome” yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi rnenghindari kehidupan nyata vang mereka jalani.
Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai Ies, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak­-anak mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di Iembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.

ERA SUPERKIDS

Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva
"be special " daripada "be average or normal sernakin marak terlihat.
Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi "to exel to be the best". Sebetulnya tidak ada yang salah. Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya...maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS'". Cost merawat anak supcrkids ini sangat mahal.
Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya " earlier is better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah...ketika anak-anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan !
Bersambung....

Saturday, May 20, 2006

Cerita Dari Sekolah Hapalan Quran Anak Balita


Oleh: Dina Sulaeman

Sumber: Blog Mbak Dina



Namanya Muhammad Husain Tabatabai. Dalam usianya yang baru lima tahun (sekarang sih, mungkin 13 thn-an), dia sudah menghapal seluruh isi Al Quran, plus dengan artinya. Bak komputer, ia mampu menyebutkan ayat pertama dari setiap halaman Al Quran, baik berurutan dari depan ke belakang, atau dari belakang ke depan. Dia mampu membacakan ayat-ayat dalam satu halaman secara mundur (dari ayat terakhir hingga ayat pertama). Dia mampu menjawab pertanyaan “Apa bunyi ayat dari surat sekian, ayat sekian? ” atau sebaliknya, “Ayat ini berasal dari surat mana, ayat berapa?” Dia bisa menjawab pertanyaan tentang topik-topik ayat, misalnya "Sebutkan semua ayat dalam Al Quran yang berhubungan dengan Isa bin Maryam.” Pada usia enam tahun, dia mendapat gelar Dr. HC dari sebuah universitas Islam di London.


Ketika saya mengandung Kirana, saya dan suami telah bercita-cita memasukkan anak kami ke Jamiatul Quran, sebuah sekolah hapalan Quran untuk anak-anak yang didirikan oleh ayahanda Muhammad Husain Tabatabai, setelah beliau berhasil mendidik anaknya menjadi hafiz Quran. Akhirnya, ketika Kirana berumur empat tahun, cita-cita itu tercapai. Sejak empat bulan yang lalu, Kirana mulai belajar di Jamiatul Quran. Inilah sekelumit cerita tentang sekolah itu:


Anak-anak balita yang masuk ke sekolah ini, tidak disuruh langsung menghapal juz’amma, melainkan setiap kali datang, diperlihatkan gambar kepada mereka, misalnya, gambar anak lagi cium tangan ibunya, (di rumah, anak disuruh mewarnai gambar itu). Lalu, guru cerita tentang gambar itu (jadi anak harus baik…dll). Kemudian, si guru mengajarkan ayat “wabil waalidaini ihsaana/Al Isra:23” dengan menggunakan isyarat (kayak isyarat tuna rungu), misalnya, “walidaini”, isyaratnya bikin kumis dan bikin kerudung di wajah (menggambarkan ibu dan ayah). Jadi, anak-anak mengucapkan ayat itu sambil memperagakan makna ayat tersebut. Begitu seterusnya (satu pertemuan hanya satu atau dua ayat yg diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4 sampai 5 bulan. Setelah itu, mereka belajar membaca, dan baru kemudian mulai menghapal juz’amma.


Suasana kelas juga semarak banget. Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang, para guru mengobral pujian-pujian (sayang, cantik, manis, pintar…dll) dan pelukan atau ciuman. Tiap hari (sekolah ini hanya 3 kali seminggu) selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anak-anak, mulai dari gambar tempel, pensil warna, mobil-mobilan, dll. Habis baca doa, anak-anak diajak senam, baru mulai menghapal ayat. Itupun, sebelumnya guru mengajak ngobrol dan anak-anak saling berebut memberikan pendapatnya. (Sayang Kirana karena masalah bahasa, cenderung diam, tapi dia menikmati kelasnya). Setelah berhasil menghapal satu ayat, anak-anak diajak melakukan berbagai permainan. Oya, para ibu juga duduk di kelas, bersama anak-anaknya. Kelas itu durasinya 90 menit .

Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika melihat saya membuka keran air terlalu besar, Kirana akan nyeletuk, “Mama, itu israf (mubazir)!” (Soalnya, gurunya menerangkan makna surat Al A’raf :31 “kuluu washrabuu walaatushrifuu/makanlah dan minumlah, dan jangan israf/berlebih-lebihan).


Waktu dia lihat TV ada polisi mengejar-ngejar penjahat, dia nyeletuk “Innal hasanaat yuzhibna sayyiaat/ Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan” (Hud:114). Teman saya mengeluh (dengan nada bangga) bahwa tiap kali dia ngobrol dgn temannya ttg orang lain, anaknya akan nyeletuk “Mama, ghibah ya?” (soalnya, dia sudah belajar ayat “laa yaghtab ba’dhukum ba’dhaa”). Anak saya (dan anak-anak lain, sesuai penuturan ibu-ibu mereka), ketika sendirian, suka sekali mengulang-ulang ayat-ayat itu tanpa perlu disuruh. Ayat-ayat itu seolah-olah menjadi bagian dari diri mereka. Mereka sama sekali tidak disuruh pakai kerudung. Tapi, setelah diajarkan ayat tentang jilbab, mereka langsung minta sama ibunya untuk dipakaikan jilbab. Anak saya, ketika ingkar janji (misalnya, janji tidak main keluar lama-lama, ternyata mainnya lama), saya ingatkan ayat “limaa taquuluu maa laa taf’alun” …dia langsung bilang “Nanti nggak gitu lagi Ma…!” Akibatnya, jika saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati, ayat itu pula yang keluar dari mulutnya!


Setelah bertanya pada pihak sekolah, baru saya tahu bahwa metode seperti ini tujuannya adalah untuk menimbulkan kecintaan anak-anak kepada Al Quran. Anak-anak balita itu di masa depan akan mempunyai kenangan indah tentang Al Quran. Di Iran, gerakan menghapal Quran untuk anak-anak kecil memang benar-benar digalakkan. Setiap anak penghapal Quran dihadiahi pergi haji bersama orangtuanya oleh negara dan setiap tahunnya ratusan anak kecil di bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al Quran (baik berasal dari Jamiatul Quran, maupun sekolah-sekolah lain). Salah satu tujuan Iran dalam hal ini (kata salah seorang guru) adalah untuk menepis isu-isu dari musuh-musuh Islam yang ingin memecah-belah umat muslim, yang menyatakan bahwa Quran-nya orang Iran itu lain daripada yg lain. Sepertinya, saya memang harus bersyukur bahwa Kirana memiliki kesempatan untuk bergabung dalam gerakan menghapal Quran ini.

Lima Langkah Dalam Mengajar Anak Menghafal Al Quran Dengan Metode Rumah Qurani

Sumber: Rumah pohonku
Rumah Qurani
Metode "Rumah Qurani" yang kami maksud adalah metode yang diilhami dari pengajaran Al Quran di Jamiatul Quran yang didirikan oleh Sayyid Muhammad Mahdi Tabatabai, di Iran. Insya Allah, metode lengkapnya secara bertahap akan di-upload di website Rumah Pohonku. Namun untuk sementara, inilah garis besar metode tersebut, yang bisa Anda terapkan kepada anak-anak Anda mulai dari sekarang.

Tujuan utama metode Rumah Qurani adalah mengajar anak mengenal Al Quran secara menyenangkan dan komprehensif sehingga insya Allah tercipta generasi yang cinta Al Quran dan berakhlak Qurani.

Langkah Pertama: tetapkan motivasi yang benar

Yang jelas, motivasi kita untuk mengajar anak menghafal Al Quran bukanlah karena orang lain, "Lihat itu, si Budi sudah hapal 10 surat, masak kamu tidak bisa?!" Carilah motivasi yang benar, antara lain, untuk mendidik akhlak anak agar sesuai dengan ajaran Kitab Suci Ilahi ini. (baca: Mengapa Kita dan Anak Kita Perlu Menghafal Al Quran)

Langkah Kedua: mulailah dengan pengajaran ayat-ayat yang sederhana dan mudah diaplikasikan anak dalam kehidupan sehari-hari

Langkah ini bertujuan antara lain untuk membuat anak familiar dengan bunyi-bunyi bahasa Arab yang tentu awalnya terasa asing bagi mereka. Dengan kata lain, mereka akan menyadari bahwa ayat Quran adalah sesuatu yang 'hidup' dalam keseharian, bukan 'mantra-mantra aneh'. Konsep-konsep dalam ayat-ayat pilihan tersebut dengan mudah bisa digambar oleh orang tua, lalu anak disuruh mewarnainya. Anak dan orang tua juga bisa mendiskusikan banyak hal dari ayat itu.

Sebagai contoh, ayat yang berhubungan dengan berbuat baik kepada ibu-bapak (waa bil waalidaini ihsaanaa -- Al Israa:23). Kita bisa menggambar di kertas: seorang anak yang sedang mencium tangan ibu dan ayah. Beberapa contoh gambar sederhana, bisa dilihat di situs ini :
http://www.arisprasetya.net/komunitas/modules/gallery2/main.php

Pilihan topik-topik ayat lain yang konsepnya mudah diaplikasikan:

a. Topik ayat: kebersihan badan
Ayat: wallahu yuhibbul mutathaahhiriin (At-Taubah:108)
Gambar: anak sedang mandi.

b. Topik ayat: kebersihan baju
Ayat: wa tsiyaabaka fa thahhir (Al Mudatsir:4)
Gambar: anak di samping mesin cuci dan baju di jemuran

c. Topik ayat: berhias/ berpenampilan rapi kalau ke mesjid
Ayat: khudzuu ziinatakum inda kulli masjid (Al A’raaf: 31)
Gambar: Anak sedang bersisir (bersiap-siap akan ke mesjid)

d. Topik ayat: mendirikan sholat
Ayat: wa aaqimis-sholaata li dzikrii (Thaha:14)
Gambar: anak sedang sholat (posisi berdiri)

e. Topik ayat: bekerjasama dengan teman dalam kebaikan
Ayat: wa ta’aawanu alal birri wa taqwaa (Al Maidah:2)
Gambar: seorang anak sedang memapah temannya yang kakinya terluka

Langkah Ketiga: lakukan proses menghafal dengan suasana yang menyenangkan dan komprehensif

Bila mengikuti metode aslinya (yaitu menggunakan metode Rumah Qurani), tentu saja diperlukan pelatihan terlebih dahulu. Namun, untuk sementara, kita bisa mencoba sebatas kemampuan kita saja, antara lain sbb:

a. Memahamkan kepada anak makna ayat yang sedang dihafal dengan menggunakan isyarat tangan. Misalnya ketika mengajarkan surat Al-Ikhlas:
qul huwal-Laahu ahad Qul (artinya: katakanlah) -> tangan menunjuk ke mulut
Huwal- (artinya: Dia) -> jari telunjuk menunjuk ke atas
Laahu (artinya: Allah) -> jari telunjuk menunjuk ke atas
Ahad (artinya: satu) -> tangan menunjukkan bilangan satu

b. Bila penggunaan isyarat tangan sulit dilakukan (karena memang untuk
itu, kita harus menguasai minimalnya, sedikit, bahasa Arab), kita bisa
menyiasatinya dengan menjelaskan makna ayat melalui gambar (seperti
langkah kedua di atas) atau melalui dongeng.

Misalnya, "Anakku, coba lihat di sekitarmu, ada pohon, gunung, langit,
bunga, kupu-kupu...tahukah engkau siapa yang menciptakan semua itu?
Alam semesta ini diciptakan oleh Allah yang Satu. Qul huwal-Laahu Ahad.
Allah itu Satu. Dst.c. Gunakan alat-alat bantu, misalnya VCD Quran yang banyak tersedia di pasaran.

c. Buat game atau permainan agar anak tidak merasa bosan.

Misalnya, ayah-ibu-Ahmad secara bergantian menyebut ayat yang sedang dihafal. Ayah ayat pertama, lalu Ibu ayat kedua, lalu Ahmad ayat ketiga, lalu kembali ke Ayah, dst. Ayah dan Ibu bisa saja berpura-pura lupa, lalu mendapat hukuman.

Langkah Keempat: berikan keteladanan

Salah satu hal yang paling menonjol dari metode pengajaran hafalan Quran yang diterapkan oleh Jamiatul Quran (yang sebagian metodenya kemudian diadaptasi oleh Rumah Qurani) adalah peran serta ibu dalam proses pengajaran itu (artinya, di Iran, para ibu ikut duduk di kelas bersama anak-anak mereka). Meskipun di Indonesia agaknya sistem ini sulit diterapkan, namun setidaknya ada nilai penting yang bisa kita ambil, yaitu pentingnya keteladanan orangtua. Bagaimana mungkin kita berharap anak-anak kita mencintai Al Quran dan memiliki akhlak Qurani bila kita sendiri orangtuanya jarang membaca Al Quran?

Langkah Kelima: berilah anak hadiah

Setelah anak berhasil menghafal satu ayat atau satu surat pendek, berilah dia hadiah. Bila kondisi keuangan terbatas, bisa saja hadiah diberikan secara akumulatif. Misalnya, ketika anak sudah menghafal satu ayat atau satu surat pendek, buat tanda bintang di kertas khusus. Katakan kepada anak, jika dia sudah mengumpulkan 10 tanda bintang (misalnya), dia akan mendapat hadiah buku cerita (atau apa saja sesuai kemampuan). Hadiah sangat berpengaruh besar kepada psikologis anak. Dia akan mendapatkan kenangan indah dari proses menghafal Al Quran dan insya Allah, kecintaan kepada Al Quran pun tumbuh dalam dadanya."

Si Kecil BertanyaTentang Seks dan Reproduksi (II)



Tips Khusus Berbicara dengan si Kecil tentang Seksualitas dan Reproduksi


Meski secara umum dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip bicara dengan anak seperti kejujuran dan amanah berlaku untuk setiap saat, namun harus diakui diperlukan persiapan khusus untuk mengajak anak bicara tentang seks karena ini bukanlah topik yang ringan. Beberapa tips di bawah ini sudah saya uji-coba dan insya Allah dapat menolong Anda:

1. Tetap memulai pembicaraan dengan bismillah.

2. Sebelum berbicara, penting bagi Anda untuk mengenal betul diri dan nilai-nilai yang Anda sendiri pegang. Anda bisa dengan mudah menjelaskan tentang “dari mana datangnya bayi” tetapi yang tak boleh dilupakan adalah bahwa selama percakapan Anda juga menyampaikan dengan tegas tuntunan Islam serta nilai ketaatan kepada Allah sehingga di akhir pembicaraan si Kecil memahami bahwa anak adalah karunia Allah yang harus diminta dalam sebuah lembaga suci bernama pernikahan.

3. Anda merasa canggung dan tidak enak bicara tentang seks dengan si Kecil? Anak akan segera menyadari hal ini dan bukan tidak mungkin juga menyerap dan meniru kecanggungan Anda. Karenanya jauh lebih baik kalau sejak awal Anda sudah mengakui kepada si Kecil, dan katakan kepadanya, “Sebenarnya Ayah/Ibu agak canggung bicara tentang hal ini karena menyangkut masalah aurat yang biasa kita tutupi dan tidak dibicarakan secara terbuka. Tapi Ayah/Ibu ingin tetap bicara denganmu karena kamu perlu belajar dan Ayah/Ibu juga perlu belajar.”

4. Ada orang yang tidak yakin mereka perlu bicara dengan si Kecil tentang, misalnya, masalah seks karena “belum waktunya ah!” Sebenarnya, secara sederhana saja, kalau anak sudah bertanya maka itu artinya anak sudah siap menerima jawaban. Yang paling penting, berikan informasi sesederhana dan secukupnya, namun tunjukkan kepada anak kesediaan Anda untuk menjawab SEMUA pertanyaannya sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. Kalau anak sudah berhenti bertanya, Anda perlu berhenti bicara.

5. Tidak usah khawatir bahwa kalau seorang anak berusia 4 tahun bertanya tentang seks maka dia akan tergoda “mencoba-coba.” Sebenarnya anak yang merasa harus menyembunyikan keingintahuannyalah yang justru lalu sembunyi-sembunyi bereksperimen dan “main dokter-dokteran.” Keterbukaan Anda akan mengundang si Kecil untuk juga terbuka.

6. Gunakan istilah-istilah yang tepat. Anda mengajar si Kecil mengenali berbagai bagian tubuh seperti telinga, mata dan hidung dengan nama yang sesungguhnya, maka lakukan juga saat mengajaknya berbicara tentang tubuh manusia dan seksualitas serta reproduksi. Katakan “penis,” bukan “burung” atau “titit”. Sebut “vagina” dan “vulva”, bukan “itunya adik.” Katakan “payudara” bukan “nenen.” Semua ini membantu anak memahami bahwa meski memang itu semua aurat tapi bukanlah misteri yang tak boleh dikenali dan dipelajari.

7. Jangan tertawakan anak. Anda mungkin merasa canggung dan salah tingkah sehingga sulit menahan tawa atau memang Anda menganggapnya lucu. Namun tawa Anda bisa menyebabkan anak merasa direndahkan dan menjadi enggan bicara. Kalau pun tawa Anda tersembur, jujurlah dan katakan kepada si Kecil bahwa Anda tak bisa menahan tawa karena merasa canggung dan tidak biasa berbicara terbuka tentang aurat Anda. Azka, misalnya, pernah bertanya “kapan aku bisa beli beha menyusui?” di depan banyak orang di sebuah toko besar. Si pramuniaga dan pembeli lainnya tertawa geli, tapi saya menahan diri dan mengatakan kepada Azka agar bersabar beberapa tahun lagi sampai dia dewasa, tumbuh payudaranya, kemudian menikah dan melahirkan anak sehingga bisa memakai beha khusus untuk orang menyusui.

8. Percakapan dengan anak pra-sekolah.

“Dari mana datangnya bayi?”

“Bayi tumbuh besar di dalam rahim ibu mereka sampai siap dilahirkan.”

“Di sebelah mana perutnya ibu?”

“Ada tempat khusus, namanya rahim atau uterus.”

“Kok bisa masuk ke situ?”

“Ada sperma yang sangat kecil yang berasal dari tubuh seorang ayah masuk ke dalam tubuh ibu dan bertemu dengan sebuah telur keciiiiiiiil...sekali di sana. Lalu, sperma dan telur kecil ini bergabung dan menjadikan seorang bayi kecil. Kalau nanti sudah agak besar, bayinya lahir.”

“Keluarnya bagaimana?”

“Lewat bukaan khusus di bagian bawah tubuh ibu, namanya vagina.”

9. Percakapan dengan anak usia sekolah.

“Bagaimana caranya bayi keluar?”

“Lewat sebuah bukaan khusus di antara kedua kaki ibu. Namanya vagina. Kulit dan otot vagina bisa meregang sehingga cukup tempat untuk dilewati bayi, biasanya kepala bayi lebih dulu keluar.”

10. Biasakan menjawab segera. Jangan menunda-nunda hanya karena menunggu Anda sendiri “siap mental.” Bisa jadi Anda siap pada waktu anak sudah tidak berminat atau sudah mendapat informasi – yang mungkin keliru – dari sumber lain.

11. Bersiaplah, mungkin Anda harus sering mengulang-ulang penjelasan Anda. Anak mempelajari seksualitas secara perlahan dan bertahap sampai mereka cukup matang untuk mengolah potongan demi potongan pengetahuan yang diperolehnya dari Anda. Ikutlah berkembang bersama si Kecil. Pendidikan mengenai seksulitas dan reproduksi adalah proses belajar yang panjang, karena tidak bisa dipisahkan dari pendidikan keimanan.

12. Kuasai pula sumber-sumber informasi yang dimiliki anak sehingga Anda mampu memberikan pengetahuan yang unggul dan berkualitas. Tidak sedikit anak yang memperoleh potongan-potongan informasi tentang seksualitas dari televisi, misalnya, sehingga kemudian membentuk konsep yang keliru. Pelajari apa yang anak-anak peroleh dari sumber-sumber seperti itu, lalu siapkan informasi yang jauh lebih bermutu untuk Anda sampaikan kepadanya.

“Aku Mau Lihat Penis!”: Tiga Percakapan Nyata

Percakapan-percakapan tentang seksualitas dan reproduksi di bawah ini sungguh-sungguh terjadi dan insya Allah bisa menjadi inspirasi bagi ayah dan ibu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan si Kecil. Tentu Anda bebas menambahkan elemen-elemen lain dalam pembicaraan Anda.

Hanya satu yang wajib Anda lakukan: minta pertolongan Allah selalu agar lisan Anda terpelihara dan agar si pendengar, dalam hal ini anak Anda, akan semakin mengenal Allah dan mencintai ketaatan kepadaNya.

(Boks 1:)

Aku Mau Lihat Penis!

“I love you, sayangku…Nyuwun ngapunten nggih?” kucium pipi Azka dan kubisikkan ke telinganya kata-kata yang selalu kami ucapkan setiap malam sebagai tanda kasih sayang kami. Dia berbaring di lengan kananku dan memandang dengan mata yang tampak jauh dari mengantuk.

“I love you too, Bu…Inggih…!” jawab Azka yang memang saya biasakan berbicara dengan bahasa Inggris dan Indonesia. “Bu, aku mau tanya sebentar…”

Sebenarnya saya lelah sekali malam itu, namun saya tidak mau mengecewakannya. “OK, mau tanya apa?” Dan benar, dalam waktu setengah jam kemudian mata Azka malahan semakin membelalak sementara dia memborbardir saya dengan berbagai pertanyaan. Inilah tanya dan jawab kami:

* “Mengapa sih manusia menyusui?” (Karena Allah yang Mahapenyayang dan Mahapengasih memberi setiap mahluk bernyawa makanan yang paling tepat bagi kebutuhan mereka. Sejumlah bayi hewan minum susu ibu mereka. Ada juga bayi hewan lain yang tidak menyusu. Tetapi makanan terbaik bagi seorang bayi manusia adalah susu yang dihasilkan payudara ibunya. Namanya ASI, air susu ibu. Inilah minuman yang paling enak dan menyehatkan si bayi. Allah sudah menentukan agar seorang ibu menyusui bayinya semaksimal mungkin, sekitar 2 tahun sejak lahir, bukan saja karena susu adalah makanan terbaik si bayi tetapi juga si ibu kemudian bisa menyatakan kasih sayangnya kepada si bayi dengan cara terbaik. Ibu yang menyusui juga merupakan bentuk kasih sayang Allahkepad si bayi.)
* “Kenapa manusia harus dikhitan?” (Hanya pria dan anak laki-laki yang dikhitan. Berkhitan adalah tindakan yang sesuai dengan tuntunan Islam untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah dan Rasulullah SAW, dan untuk memelihara kesehatan. Penis yang dikhitan lebih mudah dijaga kebersihannya sehingga menghindari penyakit dan infeksi.)
* “Kenapa perempuan kok mens?” (Allah sudah menentukan bahwa setiap mahluk hidup melalui berbagai tahap perkembangan. Kita semua memulai hidup kita dalam rahim ibu kita lalu lahir sebagai seorang bayi. Lalu, bayi tumbuh besar menjadi anak-anak kecil, balita, pra-remaja, remaja, dewasa, tua, lalu mati. Saat seorang anak perempuan mencapai usia remaja, atau aql baligh, maka tandanya adalah dengan dimulainya haid setiap bulan, serta tanda lain seperti tumbuhnya payudaranya. Ini perlu untuk mempersiapkan dia suatu saat nanti menjadi ibu. Ini juga tanda bahwa mulai saat ini anak perempuan tergolong anak besar yang harus bertanggungjawab atas kelakuannya. Kalau dia taat kepada Allah, dia mendapat pahala. Kalau dia menentang Allah, dia bertanggungjawab atas dosanya sendiri.)
* “Bagaimana caranya otak berkembang?” (Dimulai dari dalam rahim, sel-sel otak berkembang dengan sangat cepat sampai berjumlah berjuta-juta. Allah menciptakan otak bagi manusia untuk membantunya berpikir, bergerak, menaati Allah dan menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Otak adalah bagian penting tubuh kita dan karenanya harus diberi makan yang baik. Banyak minum dan makan yang sehat untuk membantu perkembangan sel-selnya. Banyak pula diberi makanan lain seperti bacaan dan kata-kata yang baik sehingga otak berpikir untuk hal-hal yang baik saja.)
* “Apa yang bikin tangan kita bergerak?” (Otak yang memerintahkan berbagai bagian tubuh kita untuk melakukan apa saja. Kalau tangan kita tersentuh sesuatunya, maka indera perasa di kulit kita mengirimkan pesan tentang benda itu kepada otak, lalu otak menyuruh tangan kita bergerak melakukan sesuatu dengan benda itu.)
* “Bagaimana suara keluar dari mulut?” (Kita memiliki semacam sound box atau kotak suara yang menghasilkan suara dengan cara bergetar. Ibu sudah lupa bagaimana persisnya, nanti kita cari di buku ya.)
* “Aku mau tahu tentang tubuh anak laki-laki. Aku mau belajar tentang tubuh laki-laki. Aku mau lihat penis Bu. Tapi aku mau belajarnya sendiri aja sama Ibu, jangan ada anak lain, nanti aku diketawain.” (Azka mengacu kepada sejumlah anak laki pra-remaja murid saya di sebuah panti asuhan di Jakarta; dia belajar bersama mereka.)
* “Kenapa bebek bertubuh kecil?” (Allah menciptakan berbagai mahluk dalam berbagai ukuran, dan selalu ada alasan dan tujuan kenapa suatu mahluk diciptakan dengan ukuran dan bentuk tertentu. Kita tidak selalu tahu alasannya tapi kita perlu belajar. Menurut Ibu, bebek berukuran kecil dan berbentuk seperti itu untuk memudahkannya berenang di sungai. Tapi untuk pastinya, kita cari nanti buku tentang bebek.)
* “Kalau kita naik di punggung gajah, apakah kita lebih besar daripada gajah?” (Kebanyakan manusia di jaman ini bertubuh lebih kecil daripada gajah tapi memang banyak manusia yang memiliki kemampuan menjinakkan dan memanfaatkan gajah. Kalau ada seseorang mengendarai gajah maka itu bukan karena mereka bertubuh lebih besar tetapi bisa menjinakkan si gajah.)
* “Bagaimana manusia berkembang biak?” (Dengan menikah dan melahirkan anak-anak mereka. Mahluk hidup memiliki cara yang berbeda dalam berkembang biak. Burung, pohon dan buaya punya cara sendiri. Manusia punya cara sendiri. Nanti kita cari di buku.)
* “Kenapa bajaj nggak ada wiper-nya kayak mobil?” (Ibu tidak tahu persis, tapi mungkin karena berbeda dengan mobil yang berjendela rapat, bajaj tidak punya jendela dan tidak mengalami pengembunan kalau hujan sehingga tidak butuh wiper.)
* “Kenapa bajaj tidak punya jendela?” (Setahu Ibu, bajaj punya semacam jendela dari kain terpal. Tapi kenapa bukan jendela kaca seperti mobil? Yang ini Ibu tidak tahu. Kapan-kapan kita tanya supir bajaj saja.)
* “Kenapa kita harus menutup aurat?” (Karena Allah menjadikan manusia khalifah di muka bumi. Agar menjadi orang yang cukup baik untuk menjadi khalifah mereka harus memelihara kehormatan diri dan ahlak mereka, serta selalu taat kepada Allah. Salah satu tanda ketaatan adalah melaksanakan perintah Allah untuk menutup aurat. Dengan demikian manusia juga terlindungi dari sengatan iklim serta pandangan mata orang yang tidak berhak melihat aurat kita.)
* “Kalau aku nanti dilamar orang, kalau aku udah besar lho, kalau aku dilamar orang yang bukan Muslim bagaimana Bu?” (Ibu yakin bahwa Islam adalah jalan hidup terbaik dan sempurna dan Allah jelas-jelas menentukan bahwa seorang pria Muslim mesti menikah dengan wanita Islam dan sebaliknya.)
* “’Gimana kalau orang itu mau bertaubat? (Kalau begitu, katakan saja kepada pria itu bahwa dia perlu lebih dulu belajar mengenal Islam dan menjadi seorang Muslim, demi kebaikannya sendiri. Katakan saja, ‘Kalau saudara sudah menemukan dan meyakini Islam, dan aku masih belum menikah, ya kita lihat lagi kemungkinannya’.)
* “Bagaimana kalau nanti aku dilamar orang, tapi orang itu sudah menikah dengan orang lain?” (Islam memang mengijinkan seorang pria untuk beristri lebih dari satu orang tetapi pria itu harus benar-benar baik hati dan memperlakukan semua istrinya dengan sama baiknya. Ini yang sebenarnya sulit dicapai. Kalau ada orang yang sudah beristri ingin menikahi kamu, cari tahu dulu apakah dia memang seorang suami yang baik dan memperlakukan istrinya dengan baik pula. Kalau memang benar, ya katakan saja bahwa kamu harus minta petunjuk Allah dulu. Lalu shalat istikharah. Kalau sudah yakin, ya nikahilah dia.)

Ketika Azka melemparkan pertanyaan terakhir itu, saya mulai bertanya-tanya dalam hati, “Gilakah aku? Masa’ jam 10 malam bicara tentang poligami dengan anak berumur 6 tahun!” Lagi pula saya sudah sangat lelah. Akhirnya kusuruh dia diam dan pergi tidur saja. “Sekarang Ibu capek banget…”

“Tapi aku nggak bisa tidur Bu! Aku mau tanya lagi! Aku mau belajar. Aku mau pinter!”

“Memangnya kamu masih punya berapa pertanyaan? Satu, lima, enam?”

“Sebelas. Aku punya sebelas pertanyaan sekarang.”

“Ya Allah, I can’t answer eleven questions now! They’ll have to keep until tomorrow. Sekarang tidur atau Ibu cubit pantatmu!”

Azka lalu menggeleser ke ujung tempat tidur, memeluk kakiku dan segera terlelap. Tinggal saya yang merasa terengah-engah kecapekan.

(***)

Boks 2: Betulkah Penis Masuk Vagina?

Saya tengah membaca di tempat tidur ketika Azka, yang sebenarnya sedang agak demam, melonjak-lonjak di kasur seraya mengacungkan sebuah raket badminton yang berulangkali berusaha ditusukkannya ke celah di antara ranjang dan dinding.

“Masuk, masuk..!” katanya berulangkali.

“Apa yang mau kamu masukkan?” tanya saya sambil lalu.

Dia tertawa sedikit dan tampak agak tak yakin – sesuatu yang sama sekali tidak biasa. “Penis?” tanyanya mencoba-coba.

Hampir saya terduduk tegak tapi cepat-cepat kembali memasang tampang biasa saja. Saya sebenarnya sudah mengantisipasi akan munculnya ucapan ini dari Azka karena dua pekan sebelumnya kami bersama-sama membaca buku tentang keajaiban penciptaan manusia dan melihat gambar-gambar penis, testis serta sistem reproduksi wanita. Kami melihat gambar bayi keluar dari jalan lahir.

Azka sudah bertanya tentang bagaimana sperma bisa bertemu dengan sel telur dan saya menjelaskan bahwa sperma berenang mencari sel telur di dalam saluran telur wanita. Dia tidak bertanya tentang “bagaimana sperma yang keluar dari penis bisa sampai di rahim dan berenang ke saluran telur wanita” tetapi rupanya di benaknya sudah mulai terbentuk gambaran yang sesungguhnya.

“Mau masuk ke mana penis itu?” kali ini saya tanya dengan nada suara tenang dan seolah tidak apa-apa.

“Ke vagina?” dia mencoba-coba. Azka memang sudah mengetahui sejak dia berumur 4 tahun bahwa di bagian tubuh wanita ada 3 bukaan, yakni urethra tempat keluarnya pipis, vagina yang merupakan jalan lahir, serta anus tempat keluarnya BAB.

“Penis siapa?”

“Babe.” Azka memang menyebut ayahnya dengan sebutan ala Betawi itu.

“Dan vagina siapa yang kamu maksud?”

“Vagina Ibu.”

“Jadi?”

“Penis Babe masuk vagina Ibu…” jawabnya.

Saya terdiam sejenak. Kemudian, bismillah, saya terjun dari ketinggian tebing amanah menjadi ibu, ke dalam sungai komunikasi yang dalam dan gelap itu, seraya mempercayakan lisanku kepada Allah semata. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan sejujur dan seterbuka ini dengan Azka untuk membicarakan keagungan Allah yang diwujudkan dalam proses suci penciptaan manusia ini.

Saya pertama kali berbicara tentang konsep sexual intercourse atau jima’/hubungan suami istri kepada anak sulung saya, Adzkia, ketika dia berusia 12 tahun dan saya masih tetap menganggap bahwa itu sudah terlalu lambat.

“Itu memang benar nak,” saya katakan kini kepada Azka.

Tangannya berhenti menusuk-nusukkan raket dan Azka melotot memandangi saya. “Betul? Penis Babe masuk vagina Ibu?”

“Yes.”

“Kenapa?”

“Itu sesuatu yang diatur Allah bahwa suami dan istri boleh menunjukkan cinta mereka satu sama lain dengan cara seperti itu. Lalu, sperma si suami yang dihasilkan oleh testisnya mengalir lewat penis dan berenang masuk ke dalam rahim si istri sampai kemudian bertemu dengan sel telur. Insya Allah nanti jadi bayi. Kita sudah belajar kan tentang zygote dan janin?”

“Iya, iya, dari cuma kecil saja sampai tumbuh besar terus jadi bayi,” dia menjawab dengan penuh semangat karena memang kami sudah pernah mempelajari gambar-gambar janin dan perkembangannya dalam rahim. “Tapi, kalau penis Babe masuk vagina Ibu, berarti Babe dan Ibu tukeran? Jadi Babe punya vagina, Ibu punya penis?”

Saya hampir tidak mampu menahan tawa tapi tentu saja tak boleh itu saya lakukan agar dia tidak merasa diejek. Namun sesungguhnya batin saya dipenuhi rasa syukur karena mampu bersikap tenang dan sejuk seolah tengah mengobrol tentang kemana akan berbelanja, dan bukannya tentang masalah sepenting dan sebesar penciptaan manusia ini.

“Nggak sayang, tidak tukeran. Babe tetap punya penis, dan Ibu tetap punya vagina.”

“Tapi ‘kok bisa masuk? ‘Kan penis panjang, vagina pendek?” Azka mengukur-ukur ibu jari dan telunjuknya.

“Allah mengatur bahwa penis dan vagina suami istri selalu tepat ukurannya.”

“Ah, tapi vaginaku pendek sekali Bu. Tiap di kamar mandi aku selalu ukur.”

“Untuk yang ini, Azka harus menerima apa kata Ibu. Percaya saja. Ukurannya pas.”

Kemudian dia bertanya apakah setiap kali orang melakukan “tukeran” penis dan vagina maka sudah pasti akan menghasilkan seorang bayi? Tidak, jawabku. Tapi orang tua tetap melakukannya meski tidak menghasilkan bayi.

“Kenapa?”

“Hmmm, ya Allah mengijinkan Babe dan Ibu melakukan itu sebagai tanda cinta kami. Soal anak, kan Allah yang kasih! Kalau Allah belum kasih ya nggak apa-apa!”

Azka berhenti bertanya. Saya berhenti bicara. Saya anggap semua jawaban saya sudah memuaskan keingintahuannya karena itulah dia berdiam diri.

Babe Azka masuk ke kamar sejurus kemudian, dan saya sampaikan apa yang baru saja kami percakapkan. Babe memeluk Azka, lalu katanya, “That’s true, semua yang Ibu katakan kepadamu memang benar. Tapi Azka tidak perlu membicarakan semua itu dengan orang lain.”

“Kenapa?” tanya Azka.

“Karena itu menyangkut aurat dan kita tidak membicarakan soal aurat kita dengan siapa pun. Kamu hanya bicarakan ini dengan Ibu dan Bapak. Mengerti?”

Azka mengangguk lalu lari keluar meninggalkan raketnya di tempat tidurku.

(***)

Boks 3: Bagaimana perempuan nggak solehah melahirkan?

Salah satu berkah yang diperoleh seseorang dari mendidik anak-anak adalah kegembiran yang segera terasa dalam jiwa ketika ank-anak tadi membuka dirinya kepada kita dan berkembang layaknya bunga mekar di pagi hari.

Sudah beberapa waktu ini saya mengajar sains dan Bahasa Inggris kepada sekelompok anak laki-laki berusia antara 10 sampai 13 tahun di sebuah panti asuhan di Jakarta. Program utama pelajaran mereka adalah tahfizhul Qur’an sedangkan pelajaran-pelajaran lain bahkan matematika menjadi ekstra-kurikuler.

Pagi dan siang ini, misalnya, saya menghabiskan waktu beberapa jam bersama anak-anak ABG ini mempelajari tubuh manusia dan penginderaan. Saya bicara kepada anak-anak yang sebagian besarnya sudah begitu lama menjadi yatim piatu sehingga tak lagi ingat wajah orang tua mereka, tentang betapa sentuhan dan kasih sayang adalah kebutuhan yang sama pentingnya dengan makanan bagi seseorang untuk bertahan hidup.

“Sentuhan adalah bagian penting hidup kita. Sama pentingnya dengan kebutuhan dasar seperti makanan, air, udara... Ada seorang bayi yang cukup diberi makan tetapi tak pernah dipeluk dan disentuh dengan kasih sayang, maka dia bisa mati. Sentuhan yang diberikan oleh seseorang kamu sayangi memberi perasaan nyaman dan bahagia,” saya menjelaskan.

“Bagaimana dengan ciuman?” tanya Sulaiman, seorang pemuda kecil berumur 12 yang tampan dan sudah lupa wajah ibunya. Tak lama kemudian kami pun bicara tentang pernikahan dan kelahiran bayi.

“Siapa yang melahirkan kamu? Ibumu. Tapi Ibumu tidak melakukannya sendiri. Ayahmu juga ikut berperan dalam kelahiranmu,” saya menjelaskan. “Karena itulah wajah dan tubuh kalian mirip dengan wajah dan tubuh bapak dan ibu kalian, bukan hanya mirip dengan Ibu.”

“Saya mirip Ibu saya,” Lutfi berseru.

“Bayi keluarnya dari mana?” tanya Sulaiman.

“Lewat vagina ibunya,” jawab saya sebelum melanjutkan dengan penjelasan bahwa bila laki-laki memiliki dua bukaan di bagian bawah tubuhnya yakni penis dan anus, maka wanita memiliki tiga bukan yakni urethra, vagina dan anus.

“Ada tiga?!!” Suleiman berseru heran.

“Ada dua cara seorang bayi dilahirkan, lewat vagina ibu mereka atau lewat operasi Cesar ketika dokter membedah perut dan rahim si ibu serta melahirkan bayinya,” saya menjelaskan. “Ibu-ibu kalian, perempuan-perempuan salihah itu, melahirkan kalian melalui vagina atau melalui operasi.”

Suleiman berseru lagi, sambil mengacungkan telunjuknya. “Kalau perempuan-perempuan yang nggak solehah, melahirkannya lewat mana?”

Kali ini saya benar-benar tidak bisa menahan senyum!

(***)

Penutup: Banyak Ditanya, Banyak Belajar
Sulit? Memang tidak mudah. Tetapi dengan memohon pertolongan Allah dan berlatih, insya Allah suatu saat nanti Anda akan terbiasa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan si kecil. Ini sungguh penting, karena akan ada masanya ketika anak memasuki usia remaja dan berteman dengan anak-anak lain yang lebih senang berahasia karena khawatir orangtua mereka tak memahami. Bagaimana kalau ternyata si teman bereksperimen dengan narkoba atau pornografi dan mengajak anak Anda ikut bersamanya? Pada saat-saat seperti itulah insya Allah komunikasi yang sehat dan jujur dengan ayah dan ibunya akan membantu anak mengatasi godaan teman sebayanya.

Yang tak kalah penting sebenarnya adalah bahwa betapa pun sulitnya, bicara dengan si Kecil sedini mungkin memaksa orangtua untuk terus belajar sehingga tambah luas pengetahuannya dan tambah bijak, insya Allah. Siapa yang tak mau tambah ilmu dan pahala?