Saturday, May 20, 2006

Cerita Dari Sekolah Hapalan Quran Anak Balita


Oleh: Dina Sulaeman

Sumber: Blog Mbak Dina



Namanya Muhammad Husain Tabatabai. Dalam usianya yang baru lima tahun (sekarang sih, mungkin 13 thn-an), dia sudah menghapal seluruh isi Al Quran, plus dengan artinya. Bak komputer, ia mampu menyebutkan ayat pertama dari setiap halaman Al Quran, baik berurutan dari depan ke belakang, atau dari belakang ke depan. Dia mampu membacakan ayat-ayat dalam satu halaman secara mundur (dari ayat terakhir hingga ayat pertama). Dia mampu menjawab pertanyaan “Apa bunyi ayat dari surat sekian, ayat sekian? ” atau sebaliknya, “Ayat ini berasal dari surat mana, ayat berapa?” Dia bisa menjawab pertanyaan tentang topik-topik ayat, misalnya "Sebutkan semua ayat dalam Al Quran yang berhubungan dengan Isa bin Maryam.” Pada usia enam tahun, dia mendapat gelar Dr. HC dari sebuah universitas Islam di London.


Ketika saya mengandung Kirana, saya dan suami telah bercita-cita memasukkan anak kami ke Jamiatul Quran, sebuah sekolah hapalan Quran untuk anak-anak yang didirikan oleh ayahanda Muhammad Husain Tabatabai, setelah beliau berhasil mendidik anaknya menjadi hafiz Quran. Akhirnya, ketika Kirana berumur empat tahun, cita-cita itu tercapai. Sejak empat bulan yang lalu, Kirana mulai belajar di Jamiatul Quran. Inilah sekelumit cerita tentang sekolah itu:


Anak-anak balita yang masuk ke sekolah ini, tidak disuruh langsung menghapal juz’amma, melainkan setiap kali datang, diperlihatkan gambar kepada mereka, misalnya, gambar anak lagi cium tangan ibunya, (di rumah, anak disuruh mewarnai gambar itu). Lalu, guru cerita tentang gambar itu (jadi anak harus baik…dll). Kemudian, si guru mengajarkan ayat “wabil waalidaini ihsaana/Al Isra:23” dengan menggunakan isyarat (kayak isyarat tuna rungu), misalnya, “walidaini”, isyaratnya bikin kumis dan bikin kerudung di wajah (menggambarkan ibu dan ayah). Jadi, anak-anak mengucapkan ayat itu sambil memperagakan makna ayat tersebut. Begitu seterusnya (satu pertemuan hanya satu atau dua ayat yg diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4 sampai 5 bulan. Setelah itu, mereka belajar membaca, dan baru kemudian mulai menghapal juz’amma.


Suasana kelas juga semarak banget. Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang, para guru mengobral pujian-pujian (sayang, cantik, manis, pintar…dll) dan pelukan atau ciuman. Tiap hari (sekolah ini hanya 3 kali seminggu) selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anak-anak, mulai dari gambar tempel, pensil warna, mobil-mobilan, dll. Habis baca doa, anak-anak diajak senam, baru mulai menghapal ayat. Itupun, sebelumnya guru mengajak ngobrol dan anak-anak saling berebut memberikan pendapatnya. (Sayang Kirana karena masalah bahasa, cenderung diam, tapi dia menikmati kelasnya). Setelah berhasil menghapal satu ayat, anak-anak diajak melakukan berbagai permainan. Oya, para ibu juga duduk di kelas, bersama anak-anaknya. Kelas itu durasinya 90 menit .

Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika melihat saya membuka keran air terlalu besar, Kirana akan nyeletuk, “Mama, itu israf (mubazir)!” (Soalnya, gurunya menerangkan makna surat Al A’raf :31 “kuluu washrabuu walaatushrifuu/makanlah dan minumlah, dan jangan israf/berlebih-lebihan).


Waktu dia lihat TV ada polisi mengejar-ngejar penjahat, dia nyeletuk “Innal hasanaat yuzhibna sayyiaat/ Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan” (Hud:114). Teman saya mengeluh (dengan nada bangga) bahwa tiap kali dia ngobrol dgn temannya ttg orang lain, anaknya akan nyeletuk “Mama, ghibah ya?” (soalnya, dia sudah belajar ayat “laa yaghtab ba’dhukum ba’dhaa”). Anak saya (dan anak-anak lain, sesuai penuturan ibu-ibu mereka), ketika sendirian, suka sekali mengulang-ulang ayat-ayat itu tanpa perlu disuruh. Ayat-ayat itu seolah-olah menjadi bagian dari diri mereka. Mereka sama sekali tidak disuruh pakai kerudung. Tapi, setelah diajarkan ayat tentang jilbab, mereka langsung minta sama ibunya untuk dipakaikan jilbab. Anak saya, ketika ingkar janji (misalnya, janji tidak main keluar lama-lama, ternyata mainnya lama), saya ingatkan ayat “limaa taquuluu maa laa taf’alun” …dia langsung bilang “Nanti nggak gitu lagi Ma…!” Akibatnya, jika saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati, ayat itu pula yang keluar dari mulutnya!


Setelah bertanya pada pihak sekolah, baru saya tahu bahwa metode seperti ini tujuannya adalah untuk menimbulkan kecintaan anak-anak kepada Al Quran. Anak-anak balita itu di masa depan akan mempunyai kenangan indah tentang Al Quran. Di Iran, gerakan menghapal Quran untuk anak-anak kecil memang benar-benar digalakkan. Setiap anak penghapal Quran dihadiahi pergi haji bersama orangtuanya oleh negara dan setiap tahunnya ratusan anak kecil di bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al Quran (baik berasal dari Jamiatul Quran, maupun sekolah-sekolah lain). Salah satu tujuan Iran dalam hal ini (kata salah seorang guru) adalah untuk menepis isu-isu dari musuh-musuh Islam yang ingin memecah-belah umat muslim, yang menyatakan bahwa Quran-nya orang Iran itu lain daripada yg lain. Sepertinya, saya memang harus bersyukur bahwa Kirana memiliki kesempatan untuk bergabung dalam gerakan menghapal Quran ini.

Lima Langkah Dalam Mengajar Anak Menghafal Al Quran Dengan Metode Rumah Qurani

Sumber: Rumah pohonku
Rumah Qurani
Metode "Rumah Qurani" yang kami maksud adalah metode yang diilhami dari pengajaran Al Quran di Jamiatul Quran yang didirikan oleh Sayyid Muhammad Mahdi Tabatabai, di Iran. Insya Allah, metode lengkapnya secara bertahap akan di-upload di website Rumah Pohonku. Namun untuk sementara, inilah garis besar metode tersebut, yang bisa Anda terapkan kepada anak-anak Anda mulai dari sekarang.

Tujuan utama metode Rumah Qurani adalah mengajar anak mengenal Al Quran secara menyenangkan dan komprehensif sehingga insya Allah tercipta generasi yang cinta Al Quran dan berakhlak Qurani.

Langkah Pertama: tetapkan motivasi yang benar

Yang jelas, motivasi kita untuk mengajar anak menghafal Al Quran bukanlah karena orang lain, "Lihat itu, si Budi sudah hapal 10 surat, masak kamu tidak bisa?!" Carilah motivasi yang benar, antara lain, untuk mendidik akhlak anak agar sesuai dengan ajaran Kitab Suci Ilahi ini. (baca: Mengapa Kita dan Anak Kita Perlu Menghafal Al Quran)

Langkah Kedua: mulailah dengan pengajaran ayat-ayat yang sederhana dan mudah diaplikasikan anak dalam kehidupan sehari-hari

Langkah ini bertujuan antara lain untuk membuat anak familiar dengan bunyi-bunyi bahasa Arab yang tentu awalnya terasa asing bagi mereka. Dengan kata lain, mereka akan menyadari bahwa ayat Quran adalah sesuatu yang 'hidup' dalam keseharian, bukan 'mantra-mantra aneh'. Konsep-konsep dalam ayat-ayat pilihan tersebut dengan mudah bisa digambar oleh orang tua, lalu anak disuruh mewarnainya. Anak dan orang tua juga bisa mendiskusikan banyak hal dari ayat itu.

Sebagai contoh, ayat yang berhubungan dengan berbuat baik kepada ibu-bapak (waa bil waalidaini ihsaanaa -- Al Israa:23). Kita bisa menggambar di kertas: seorang anak yang sedang mencium tangan ibu dan ayah. Beberapa contoh gambar sederhana, bisa dilihat di situs ini :
http://www.arisprasetya.net/komunitas/modules/gallery2/main.php

Pilihan topik-topik ayat lain yang konsepnya mudah diaplikasikan:

a. Topik ayat: kebersihan badan
Ayat: wallahu yuhibbul mutathaahhiriin (At-Taubah:108)
Gambar: anak sedang mandi.

b. Topik ayat: kebersihan baju
Ayat: wa tsiyaabaka fa thahhir (Al Mudatsir:4)
Gambar: anak di samping mesin cuci dan baju di jemuran

c. Topik ayat: berhias/ berpenampilan rapi kalau ke mesjid
Ayat: khudzuu ziinatakum inda kulli masjid (Al A’raaf: 31)
Gambar: Anak sedang bersisir (bersiap-siap akan ke mesjid)

d. Topik ayat: mendirikan sholat
Ayat: wa aaqimis-sholaata li dzikrii (Thaha:14)
Gambar: anak sedang sholat (posisi berdiri)

e. Topik ayat: bekerjasama dengan teman dalam kebaikan
Ayat: wa ta’aawanu alal birri wa taqwaa (Al Maidah:2)
Gambar: seorang anak sedang memapah temannya yang kakinya terluka

Langkah Ketiga: lakukan proses menghafal dengan suasana yang menyenangkan dan komprehensif

Bila mengikuti metode aslinya (yaitu menggunakan metode Rumah Qurani), tentu saja diperlukan pelatihan terlebih dahulu. Namun, untuk sementara, kita bisa mencoba sebatas kemampuan kita saja, antara lain sbb:

a. Memahamkan kepada anak makna ayat yang sedang dihafal dengan menggunakan isyarat tangan. Misalnya ketika mengajarkan surat Al-Ikhlas:
qul huwal-Laahu ahad Qul (artinya: katakanlah) -> tangan menunjuk ke mulut
Huwal- (artinya: Dia) -> jari telunjuk menunjuk ke atas
Laahu (artinya: Allah) -> jari telunjuk menunjuk ke atas
Ahad (artinya: satu) -> tangan menunjukkan bilangan satu

b. Bila penggunaan isyarat tangan sulit dilakukan (karena memang untuk
itu, kita harus menguasai minimalnya, sedikit, bahasa Arab), kita bisa
menyiasatinya dengan menjelaskan makna ayat melalui gambar (seperti
langkah kedua di atas) atau melalui dongeng.

Misalnya, "Anakku, coba lihat di sekitarmu, ada pohon, gunung, langit,
bunga, kupu-kupu...tahukah engkau siapa yang menciptakan semua itu?
Alam semesta ini diciptakan oleh Allah yang Satu. Qul huwal-Laahu Ahad.
Allah itu Satu. Dst.c. Gunakan alat-alat bantu, misalnya VCD Quran yang banyak tersedia di pasaran.

c. Buat game atau permainan agar anak tidak merasa bosan.

Misalnya, ayah-ibu-Ahmad secara bergantian menyebut ayat yang sedang dihafal. Ayah ayat pertama, lalu Ibu ayat kedua, lalu Ahmad ayat ketiga, lalu kembali ke Ayah, dst. Ayah dan Ibu bisa saja berpura-pura lupa, lalu mendapat hukuman.

Langkah Keempat: berikan keteladanan

Salah satu hal yang paling menonjol dari metode pengajaran hafalan Quran yang diterapkan oleh Jamiatul Quran (yang sebagian metodenya kemudian diadaptasi oleh Rumah Qurani) adalah peran serta ibu dalam proses pengajaran itu (artinya, di Iran, para ibu ikut duduk di kelas bersama anak-anak mereka). Meskipun di Indonesia agaknya sistem ini sulit diterapkan, namun setidaknya ada nilai penting yang bisa kita ambil, yaitu pentingnya keteladanan orangtua. Bagaimana mungkin kita berharap anak-anak kita mencintai Al Quran dan memiliki akhlak Qurani bila kita sendiri orangtuanya jarang membaca Al Quran?

Langkah Kelima: berilah anak hadiah

Setelah anak berhasil menghafal satu ayat atau satu surat pendek, berilah dia hadiah. Bila kondisi keuangan terbatas, bisa saja hadiah diberikan secara akumulatif. Misalnya, ketika anak sudah menghafal satu ayat atau satu surat pendek, buat tanda bintang di kertas khusus. Katakan kepada anak, jika dia sudah mengumpulkan 10 tanda bintang (misalnya), dia akan mendapat hadiah buku cerita (atau apa saja sesuai kemampuan). Hadiah sangat berpengaruh besar kepada psikologis anak. Dia akan mendapatkan kenangan indah dari proses menghafal Al Quran dan insya Allah, kecintaan kepada Al Quran pun tumbuh dalam dadanya."

Si Kecil BertanyaTentang Seks dan Reproduksi (II)



Tips Khusus Berbicara dengan si Kecil tentang Seksualitas dan Reproduksi


Meski secara umum dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip bicara dengan anak seperti kejujuran dan amanah berlaku untuk setiap saat, namun harus diakui diperlukan persiapan khusus untuk mengajak anak bicara tentang seks karena ini bukanlah topik yang ringan. Beberapa tips di bawah ini sudah saya uji-coba dan insya Allah dapat menolong Anda:

1. Tetap memulai pembicaraan dengan bismillah.

2. Sebelum berbicara, penting bagi Anda untuk mengenal betul diri dan nilai-nilai yang Anda sendiri pegang. Anda bisa dengan mudah menjelaskan tentang “dari mana datangnya bayi” tetapi yang tak boleh dilupakan adalah bahwa selama percakapan Anda juga menyampaikan dengan tegas tuntunan Islam serta nilai ketaatan kepada Allah sehingga di akhir pembicaraan si Kecil memahami bahwa anak adalah karunia Allah yang harus diminta dalam sebuah lembaga suci bernama pernikahan.

3. Anda merasa canggung dan tidak enak bicara tentang seks dengan si Kecil? Anak akan segera menyadari hal ini dan bukan tidak mungkin juga menyerap dan meniru kecanggungan Anda. Karenanya jauh lebih baik kalau sejak awal Anda sudah mengakui kepada si Kecil, dan katakan kepadanya, “Sebenarnya Ayah/Ibu agak canggung bicara tentang hal ini karena menyangkut masalah aurat yang biasa kita tutupi dan tidak dibicarakan secara terbuka. Tapi Ayah/Ibu ingin tetap bicara denganmu karena kamu perlu belajar dan Ayah/Ibu juga perlu belajar.”

4. Ada orang yang tidak yakin mereka perlu bicara dengan si Kecil tentang, misalnya, masalah seks karena “belum waktunya ah!” Sebenarnya, secara sederhana saja, kalau anak sudah bertanya maka itu artinya anak sudah siap menerima jawaban. Yang paling penting, berikan informasi sesederhana dan secukupnya, namun tunjukkan kepada anak kesediaan Anda untuk menjawab SEMUA pertanyaannya sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. Kalau anak sudah berhenti bertanya, Anda perlu berhenti bicara.

5. Tidak usah khawatir bahwa kalau seorang anak berusia 4 tahun bertanya tentang seks maka dia akan tergoda “mencoba-coba.” Sebenarnya anak yang merasa harus menyembunyikan keingintahuannyalah yang justru lalu sembunyi-sembunyi bereksperimen dan “main dokter-dokteran.” Keterbukaan Anda akan mengundang si Kecil untuk juga terbuka.

6. Gunakan istilah-istilah yang tepat. Anda mengajar si Kecil mengenali berbagai bagian tubuh seperti telinga, mata dan hidung dengan nama yang sesungguhnya, maka lakukan juga saat mengajaknya berbicara tentang tubuh manusia dan seksualitas serta reproduksi. Katakan “penis,” bukan “burung” atau “titit”. Sebut “vagina” dan “vulva”, bukan “itunya adik.” Katakan “payudara” bukan “nenen.” Semua ini membantu anak memahami bahwa meski memang itu semua aurat tapi bukanlah misteri yang tak boleh dikenali dan dipelajari.

7. Jangan tertawakan anak. Anda mungkin merasa canggung dan salah tingkah sehingga sulit menahan tawa atau memang Anda menganggapnya lucu. Namun tawa Anda bisa menyebabkan anak merasa direndahkan dan menjadi enggan bicara. Kalau pun tawa Anda tersembur, jujurlah dan katakan kepada si Kecil bahwa Anda tak bisa menahan tawa karena merasa canggung dan tidak biasa berbicara terbuka tentang aurat Anda. Azka, misalnya, pernah bertanya “kapan aku bisa beli beha menyusui?” di depan banyak orang di sebuah toko besar. Si pramuniaga dan pembeli lainnya tertawa geli, tapi saya menahan diri dan mengatakan kepada Azka agar bersabar beberapa tahun lagi sampai dia dewasa, tumbuh payudaranya, kemudian menikah dan melahirkan anak sehingga bisa memakai beha khusus untuk orang menyusui.

8. Percakapan dengan anak pra-sekolah.

“Dari mana datangnya bayi?”

“Bayi tumbuh besar di dalam rahim ibu mereka sampai siap dilahirkan.”

“Di sebelah mana perutnya ibu?”

“Ada tempat khusus, namanya rahim atau uterus.”

“Kok bisa masuk ke situ?”

“Ada sperma yang sangat kecil yang berasal dari tubuh seorang ayah masuk ke dalam tubuh ibu dan bertemu dengan sebuah telur keciiiiiiiil...sekali di sana. Lalu, sperma dan telur kecil ini bergabung dan menjadikan seorang bayi kecil. Kalau nanti sudah agak besar, bayinya lahir.”

“Keluarnya bagaimana?”

“Lewat bukaan khusus di bagian bawah tubuh ibu, namanya vagina.”

9. Percakapan dengan anak usia sekolah.

“Bagaimana caranya bayi keluar?”

“Lewat sebuah bukaan khusus di antara kedua kaki ibu. Namanya vagina. Kulit dan otot vagina bisa meregang sehingga cukup tempat untuk dilewati bayi, biasanya kepala bayi lebih dulu keluar.”

10. Biasakan menjawab segera. Jangan menunda-nunda hanya karena menunggu Anda sendiri “siap mental.” Bisa jadi Anda siap pada waktu anak sudah tidak berminat atau sudah mendapat informasi – yang mungkin keliru – dari sumber lain.

11. Bersiaplah, mungkin Anda harus sering mengulang-ulang penjelasan Anda. Anak mempelajari seksualitas secara perlahan dan bertahap sampai mereka cukup matang untuk mengolah potongan demi potongan pengetahuan yang diperolehnya dari Anda. Ikutlah berkembang bersama si Kecil. Pendidikan mengenai seksulitas dan reproduksi adalah proses belajar yang panjang, karena tidak bisa dipisahkan dari pendidikan keimanan.

12. Kuasai pula sumber-sumber informasi yang dimiliki anak sehingga Anda mampu memberikan pengetahuan yang unggul dan berkualitas. Tidak sedikit anak yang memperoleh potongan-potongan informasi tentang seksualitas dari televisi, misalnya, sehingga kemudian membentuk konsep yang keliru. Pelajari apa yang anak-anak peroleh dari sumber-sumber seperti itu, lalu siapkan informasi yang jauh lebih bermutu untuk Anda sampaikan kepadanya.

“Aku Mau Lihat Penis!”: Tiga Percakapan Nyata

Percakapan-percakapan tentang seksualitas dan reproduksi di bawah ini sungguh-sungguh terjadi dan insya Allah bisa menjadi inspirasi bagi ayah dan ibu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan si Kecil. Tentu Anda bebas menambahkan elemen-elemen lain dalam pembicaraan Anda.

Hanya satu yang wajib Anda lakukan: minta pertolongan Allah selalu agar lisan Anda terpelihara dan agar si pendengar, dalam hal ini anak Anda, akan semakin mengenal Allah dan mencintai ketaatan kepadaNya.

(Boks 1:)

Aku Mau Lihat Penis!

“I love you, sayangku…Nyuwun ngapunten nggih?” kucium pipi Azka dan kubisikkan ke telinganya kata-kata yang selalu kami ucapkan setiap malam sebagai tanda kasih sayang kami. Dia berbaring di lengan kananku dan memandang dengan mata yang tampak jauh dari mengantuk.

“I love you too, Bu…Inggih…!” jawab Azka yang memang saya biasakan berbicara dengan bahasa Inggris dan Indonesia. “Bu, aku mau tanya sebentar…”

Sebenarnya saya lelah sekali malam itu, namun saya tidak mau mengecewakannya. “OK, mau tanya apa?” Dan benar, dalam waktu setengah jam kemudian mata Azka malahan semakin membelalak sementara dia memborbardir saya dengan berbagai pertanyaan. Inilah tanya dan jawab kami:

* “Mengapa sih manusia menyusui?” (Karena Allah yang Mahapenyayang dan Mahapengasih memberi setiap mahluk bernyawa makanan yang paling tepat bagi kebutuhan mereka. Sejumlah bayi hewan minum susu ibu mereka. Ada juga bayi hewan lain yang tidak menyusu. Tetapi makanan terbaik bagi seorang bayi manusia adalah susu yang dihasilkan payudara ibunya. Namanya ASI, air susu ibu. Inilah minuman yang paling enak dan menyehatkan si bayi. Allah sudah menentukan agar seorang ibu menyusui bayinya semaksimal mungkin, sekitar 2 tahun sejak lahir, bukan saja karena susu adalah makanan terbaik si bayi tetapi juga si ibu kemudian bisa menyatakan kasih sayangnya kepada si bayi dengan cara terbaik. Ibu yang menyusui juga merupakan bentuk kasih sayang Allahkepad si bayi.)
* “Kenapa manusia harus dikhitan?” (Hanya pria dan anak laki-laki yang dikhitan. Berkhitan adalah tindakan yang sesuai dengan tuntunan Islam untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah dan Rasulullah SAW, dan untuk memelihara kesehatan. Penis yang dikhitan lebih mudah dijaga kebersihannya sehingga menghindari penyakit dan infeksi.)
* “Kenapa perempuan kok mens?” (Allah sudah menentukan bahwa setiap mahluk hidup melalui berbagai tahap perkembangan. Kita semua memulai hidup kita dalam rahim ibu kita lalu lahir sebagai seorang bayi. Lalu, bayi tumbuh besar menjadi anak-anak kecil, balita, pra-remaja, remaja, dewasa, tua, lalu mati. Saat seorang anak perempuan mencapai usia remaja, atau aql baligh, maka tandanya adalah dengan dimulainya haid setiap bulan, serta tanda lain seperti tumbuhnya payudaranya. Ini perlu untuk mempersiapkan dia suatu saat nanti menjadi ibu. Ini juga tanda bahwa mulai saat ini anak perempuan tergolong anak besar yang harus bertanggungjawab atas kelakuannya. Kalau dia taat kepada Allah, dia mendapat pahala. Kalau dia menentang Allah, dia bertanggungjawab atas dosanya sendiri.)
* “Bagaimana caranya otak berkembang?” (Dimulai dari dalam rahim, sel-sel otak berkembang dengan sangat cepat sampai berjumlah berjuta-juta. Allah menciptakan otak bagi manusia untuk membantunya berpikir, bergerak, menaati Allah dan menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Otak adalah bagian penting tubuh kita dan karenanya harus diberi makan yang baik. Banyak minum dan makan yang sehat untuk membantu perkembangan sel-selnya. Banyak pula diberi makanan lain seperti bacaan dan kata-kata yang baik sehingga otak berpikir untuk hal-hal yang baik saja.)
* “Apa yang bikin tangan kita bergerak?” (Otak yang memerintahkan berbagai bagian tubuh kita untuk melakukan apa saja. Kalau tangan kita tersentuh sesuatunya, maka indera perasa di kulit kita mengirimkan pesan tentang benda itu kepada otak, lalu otak menyuruh tangan kita bergerak melakukan sesuatu dengan benda itu.)
* “Bagaimana suara keluar dari mulut?” (Kita memiliki semacam sound box atau kotak suara yang menghasilkan suara dengan cara bergetar. Ibu sudah lupa bagaimana persisnya, nanti kita cari di buku ya.)
* “Aku mau tahu tentang tubuh anak laki-laki. Aku mau belajar tentang tubuh laki-laki. Aku mau lihat penis Bu. Tapi aku mau belajarnya sendiri aja sama Ibu, jangan ada anak lain, nanti aku diketawain.” (Azka mengacu kepada sejumlah anak laki pra-remaja murid saya di sebuah panti asuhan di Jakarta; dia belajar bersama mereka.)
* “Kenapa bebek bertubuh kecil?” (Allah menciptakan berbagai mahluk dalam berbagai ukuran, dan selalu ada alasan dan tujuan kenapa suatu mahluk diciptakan dengan ukuran dan bentuk tertentu. Kita tidak selalu tahu alasannya tapi kita perlu belajar. Menurut Ibu, bebek berukuran kecil dan berbentuk seperti itu untuk memudahkannya berenang di sungai. Tapi untuk pastinya, kita cari nanti buku tentang bebek.)
* “Kalau kita naik di punggung gajah, apakah kita lebih besar daripada gajah?” (Kebanyakan manusia di jaman ini bertubuh lebih kecil daripada gajah tapi memang banyak manusia yang memiliki kemampuan menjinakkan dan memanfaatkan gajah. Kalau ada seseorang mengendarai gajah maka itu bukan karena mereka bertubuh lebih besar tetapi bisa menjinakkan si gajah.)
* “Bagaimana manusia berkembang biak?” (Dengan menikah dan melahirkan anak-anak mereka. Mahluk hidup memiliki cara yang berbeda dalam berkembang biak. Burung, pohon dan buaya punya cara sendiri. Manusia punya cara sendiri. Nanti kita cari di buku.)
* “Kenapa bajaj nggak ada wiper-nya kayak mobil?” (Ibu tidak tahu persis, tapi mungkin karena berbeda dengan mobil yang berjendela rapat, bajaj tidak punya jendela dan tidak mengalami pengembunan kalau hujan sehingga tidak butuh wiper.)
* “Kenapa bajaj tidak punya jendela?” (Setahu Ibu, bajaj punya semacam jendela dari kain terpal. Tapi kenapa bukan jendela kaca seperti mobil? Yang ini Ibu tidak tahu. Kapan-kapan kita tanya supir bajaj saja.)
* “Kenapa kita harus menutup aurat?” (Karena Allah menjadikan manusia khalifah di muka bumi. Agar menjadi orang yang cukup baik untuk menjadi khalifah mereka harus memelihara kehormatan diri dan ahlak mereka, serta selalu taat kepada Allah. Salah satu tanda ketaatan adalah melaksanakan perintah Allah untuk menutup aurat. Dengan demikian manusia juga terlindungi dari sengatan iklim serta pandangan mata orang yang tidak berhak melihat aurat kita.)
* “Kalau aku nanti dilamar orang, kalau aku udah besar lho, kalau aku dilamar orang yang bukan Muslim bagaimana Bu?” (Ibu yakin bahwa Islam adalah jalan hidup terbaik dan sempurna dan Allah jelas-jelas menentukan bahwa seorang pria Muslim mesti menikah dengan wanita Islam dan sebaliknya.)
* “’Gimana kalau orang itu mau bertaubat? (Kalau begitu, katakan saja kepada pria itu bahwa dia perlu lebih dulu belajar mengenal Islam dan menjadi seorang Muslim, demi kebaikannya sendiri. Katakan saja, ‘Kalau saudara sudah menemukan dan meyakini Islam, dan aku masih belum menikah, ya kita lihat lagi kemungkinannya’.)
* “Bagaimana kalau nanti aku dilamar orang, tapi orang itu sudah menikah dengan orang lain?” (Islam memang mengijinkan seorang pria untuk beristri lebih dari satu orang tetapi pria itu harus benar-benar baik hati dan memperlakukan semua istrinya dengan sama baiknya. Ini yang sebenarnya sulit dicapai. Kalau ada orang yang sudah beristri ingin menikahi kamu, cari tahu dulu apakah dia memang seorang suami yang baik dan memperlakukan istrinya dengan baik pula. Kalau memang benar, ya katakan saja bahwa kamu harus minta petunjuk Allah dulu. Lalu shalat istikharah. Kalau sudah yakin, ya nikahilah dia.)

Ketika Azka melemparkan pertanyaan terakhir itu, saya mulai bertanya-tanya dalam hati, “Gilakah aku? Masa’ jam 10 malam bicara tentang poligami dengan anak berumur 6 tahun!” Lagi pula saya sudah sangat lelah. Akhirnya kusuruh dia diam dan pergi tidur saja. “Sekarang Ibu capek banget…”

“Tapi aku nggak bisa tidur Bu! Aku mau tanya lagi! Aku mau belajar. Aku mau pinter!”

“Memangnya kamu masih punya berapa pertanyaan? Satu, lima, enam?”

“Sebelas. Aku punya sebelas pertanyaan sekarang.”

“Ya Allah, I can’t answer eleven questions now! They’ll have to keep until tomorrow. Sekarang tidur atau Ibu cubit pantatmu!”

Azka lalu menggeleser ke ujung tempat tidur, memeluk kakiku dan segera terlelap. Tinggal saya yang merasa terengah-engah kecapekan.

(***)

Boks 2: Betulkah Penis Masuk Vagina?

Saya tengah membaca di tempat tidur ketika Azka, yang sebenarnya sedang agak demam, melonjak-lonjak di kasur seraya mengacungkan sebuah raket badminton yang berulangkali berusaha ditusukkannya ke celah di antara ranjang dan dinding.

“Masuk, masuk..!” katanya berulangkali.

“Apa yang mau kamu masukkan?” tanya saya sambil lalu.

Dia tertawa sedikit dan tampak agak tak yakin – sesuatu yang sama sekali tidak biasa. “Penis?” tanyanya mencoba-coba.

Hampir saya terduduk tegak tapi cepat-cepat kembali memasang tampang biasa saja. Saya sebenarnya sudah mengantisipasi akan munculnya ucapan ini dari Azka karena dua pekan sebelumnya kami bersama-sama membaca buku tentang keajaiban penciptaan manusia dan melihat gambar-gambar penis, testis serta sistem reproduksi wanita. Kami melihat gambar bayi keluar dari jalan lahir.

Azka sudah bertanya tentang bagaimana sperma bisa bertemu dengan sel telur dan saya menjelaskan bahwa sperma berenang mencari sel telur di dalam saluran telur wanita. Dia tidak bertanya tentang “bagaimana sperma yang keluar dari penis bisa sampai di rahim dan berenang ke saluran telur wanita” tetapi rupanya di benaknya sudah mulai terbentuk gambaran yang sesungguhnya.

“Mau masuk ke mana penis itu?” kali ini saya tanya dengan nada suara tenang dan seolah tidak apa-apa.

“Ke vagina?” dia mencoba-coba. Azka memang sudah mengetahui sejak dia berumur 4 tahun bahwa di bagian tubuh wanita ada 3 bukaan, yakni urethra tempat keluarnya pipis, vagina yang merupakan jalan lahir, serta anus tempat keluarnya BAB.

“Penis siapa?”

“Babe.” Azka memang menyebut ayahnya dengan sebutan ala Betawi itu.

“Dan vagina siapa yang kamu maksud?”

“Vagina Ibu.”

“Jadi?”

“Penis Babe masuk vagina Ibu…” jawabnya.

Saya terdiam sejenak. Kemudian, bismillah, saya terjun dari ketinggian tebing amanah menjadi ibu, ke dalam sungai komunikasi yang dalam dan gelap itu, seraya mempercayakan lisanku kepada Allah semata. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan sejujur dan seterbuka ini dengan Azka untuk membicarakan keagungan Allah yang diwujudkan dalam proses suci penciptaan manusia ini.

Saya pertama kali berbicara tentang konsep sexual intercourse atau jima’/hubungan suami istri kepada anak sulung saya, Adzkia, ketika dia berusia 12 tahun dan saya masih tetap menganggap bahwa itu sudah terlalu lambat.

“Itu memang benar nak,” saya katakan kini kepada Azka.

Tangannya berhenti menusuk-nusukkan raket dan Azka melotot memandangi saya. “Betul? Penis Babe masuk vagina Ibu?”

“Yes.”

“Kenapa?”

“Itu sesuatu yang diatur Allah bahwa suami dan istri boleh menunjukkan cinta mereka satu sama lain dengan cara seperti itu. Lalu, sperma si suami yang dihasilkan oleh testisnya mengalir lewat penis dan berenang masuk ke dalam rahim si istri sampai kemudian bertemu dengan sel telur. Insya Allah nanti jadi bayi. Kita sudah belajar kan tentang zygote dan janin?”

“Iya, iya, dari cuma kecil saja sampai tumbuh besar terus jadi bayi,” dia menjawab dengan penuh semangat karena memang kami sudah pernah mempelajari gambar-gambar janin dan perkembangannya dalam rahim. “Tapi, kalau penis Babe masuk vagina Ibu, berarti Babe dan Ibu tukeran? Jadi Babe punya vagina, Ibu punya penis?”

Saya hampir tidak mampu menahan tawa tapi tentu saja tak boleh itu saya lakukan agar dia tidak merasa diejek. Namun sesungguhnya batin saya dipenuhi rasa syukur karena mampu bersikap tenang dan sejuk seolah tengah mengobrol tentang kemana akan berbelanja, dan bukannya tentang masalah sepenting dan sebesar penciptaan manusia ini.

“Nggak sayang, tidak tukeran. Babe tetap punya penis, dan Ibu tetap punya vagina.”

“Tapi ‘kok bisa masuk? ‘Kan penis panjang, vagina pendek?” Azka mengukur-ukur ibu jari dan telunjuknya.

“Allah mengatur bahwa penis dan vagina suami istri selalu tepat ukurannya.”

“Ah, tapi vaginaku pendek sekali Bu. Tiap di kamar mandi aku selalu ukur.”

“Untuk yang ini, Azka harus menerima apa kata Ibu. Percaya saja. Ukurannya pas.”

Kemudian dia bertanya apakah setiap kali orang melakukan “tukeran” penis dan vagina maka sudah pasti akan menghasilkan seorang bayi? Tidak, jawabku. Tapi orang tua tetap melakukannya meski tidak menghasilkan bayi.

“Kenapa?”

“Hmmm, ya Allah mengijinkan Babe dan Ibu melakukan itu sebagai tanda cinta kami. Soal anak, kan Allah yang kasih! Kalau Allah belum kasih ya nggak apa-apa!”

Azka berhenti bertanya. Saya berhenti bicara. Saya anggap semua jawaban saya sudah memuaskan keingintahuannya karena itulah dia berdiam diri.

Babe Azka masuk ke kamar sejurus kemudian, dan saya sampaikan apa yang baru saja kami percakapkan. Babe memeluk Azka, lalu katanya, “That’s true, semua yang Ibu katakan kepadamu memang benar. Tapi Azka tidak perlu membicarakan semua itu dengan orang lain.”

“Kenapa?” tanya Azka.

“Karena itu menyangkut aurat dan kita tidak membicarakan soal aurat kita dengan siapa pun. Kamu hanya bicarakan ini dengan Ibu dan Bapak. Mengerti?”

Azka mengangguk lalu lari keluar meninggalkan raketnya di tempat tidurku.

(***)

Boks 3: Bagaimana perempuan nggak solehah melahirkan?

Salah satu berkah yang diperoleh seseorang dari mendidik anak-anak adalah kegembiran yang segera terasa dalam jiwa ketika ank-anak tadi membuka dirinya kepada kita dan berkembang layaknya bunga mekar di pagi hari.

Sudah beberapa waktu ini saya mengajar sains dan Bahasa Inggris kepada sekelompok anak laki-laki berusia antara 10 sampai 13 tahun di sebuah panti asuhan di Jakarta. Program utama pelajaran mereka adalah tahfizhul Qur’an sedangkan pelajaran-pelajaran lain bahkan matematika menjadi ekstra-kurikuler.

Pagi dan siang ini, misalnya, saya menghabiskan waktu beberapa jam bersama anak-anak ABG ini mempelajari tubuh manusia dan penginderaan. Saya bicara kepada anak-anak yang sebagian besarnya sudah begitu lama menjadi yatim piatu sehingga tak lagi ingat wajah orang tua mereka, tentang betapa sentuhan dan kasih sayang adalah kebutuhan yang sama pentingnya dengan makanan bagi seseorang untuk bertahan hidup.

“Sentuhan adalah bagian penting hidup kita. Sama pentingnya dengan kebutuhan dasar seperti makanan, air, udara... Ada seorang bayi yang cukup diberi makan tetapi tak pernah dipeluk dan disentuh dengan kasih sayang, maka dia bisa mati. Sentuhan yang diberikan oleh seseorang kamu sayangi memberi perasaan nyaman dan bahagia,” saya menjelaskan.

“Bagaimana dengan ciuman?” tanya Sulaiman, seorang pemuda kecil berumur 12 yang tampan dan sudah lupa wajah ibunya. Tak lama kemudian kami pun bicara tentang pernikahan dan kelahiran bayi.

“Siapa yang melahirkan kamu? Ibumu. Tapi Ibumu tidak melakukannya sendiri. Ayahmu juga ikut berperan dalam kelahiranmu,” saya menjelaskan. “Karena itulah wajah dan tubuh kalian mirip dengan wajah dan tubuh bapak dan ibu kalian, bukan hanya mirip dengan Ibu.”

“Saya mirip Ibu saya,” Lutfi berseru.

“Bayi keluarnya dari mana?” tanya Sulaiman.

“Lewat vagina ibunya,” jawab saya sebelum melanjutkan dengan penjelasan bahwa bila laki-laki memiliki dua bukaan di bagian bawah tubuhnya yakni penis dan anus, maka wanita memiliki tiga bukan yakni urethra, vagina dan anus.

“Ada tiga?!!” Suleiman berseru heran.

“Ada dua cara seorang bayi dilahirkan, lewat vagina ibu mereka atau lewat operasi Cesar ketika dokter membedah perut dan rahim si ibu serta melahirkan bayinya,” saya menjelaskan. “Ibu-ibu kalian, perempuan-perempuan salihah itu, melahirkan kalian melalui vagina atau melalui operasi.”

Suleiman berseru lagi, sambil mengacungkan telunjuknya. “Kalau perempuan-perempuan yang nggak solehah, melahirkannya lewat mana?”

Kali ini saya benar-benar tidak bisa menahan senyum!

(***)

Penutup: Banyak Ditanya, Banyak Belajar
Sulit? Memang tidak mudah. Tetapi dengan memohon pertolongan Allah dan berlatih, insya Allah suatu saat nanti Anda akan terbiasa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan si kecil. Ini sungguh penting, karena akan ada masanya ketika anak memasuki usia remaja dan berteman dengan anak-anak lain yang lebih senang berahasia karena khawatir orangtua mereka tak memahami. Bagaimana kalau ternyata si teman bereksperimen dengan narkoba atau pornografi dan mengajak anak Anda ikut bersamanya? Pada saat-saat seperti itulah insya Allah komunikasi yang sehat dan jujur dengan ayah dan ibunya akan membantu anak mengatasi godaan teman sebayanya.

Yang tak kalah penting sebenarnya adalah bahwa betapa pun sulitnya, bicara dengan si Kecil sedini mungkin memaksa orangtua untuk terus belajar sehingga tambah luas pengetahuannya dan tambah bijak, insya Allah. Siapa yang tak mau tambah ilmu dan pahala?

“Aku mau lihat penis!” Si Kecil Bertanya Tentang Seks Dan Reproduksi (I)



Kenapa perempuan menstruasi? Dari mana Adik lahir? Kenapa ada di dalam perut Ibu? Anak cerdas selalu ingin tahu tentang diri dan dunia mereka. Bagaimana menghadapi pertanyaan-pertanyaan si Kecil?

Bonus Alia Februari 2006

Santi W.E. Soekanto




Daftar Isi

* Pengantar
* Mengapa Anak Bertanya dan Mengapa Orangtua Perlu Menjawab
* Kapan dan Bagaimana Menjawab Pertanyaan-pertanyaan Si Kecil
* Tips untuk Berbicara Tentang Seksualitas dan Reproduksi dengan si Kecil
* “Aku Mau Lihat Penis!” –Tiga Percakapan Nyata
* Penutup: Banyak Ditanya, Banyak Belajar

Pengantar

BismillaahirRahmaanirRahiim

Allah mengaruniai semua anak dengan dorongan alamiah untuk mengeksplorasi dunianya, dan memberi mereka alat belajar yang canggih dan berfungsi segera sesudah dia lahir. Pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan perasa yang mengirim ke otaknya berbagai informasi untuk diolah. Pada waktunya si Kecil juga akan belajar menggunakan lisannya untuk belajar, dan pada saat inilah dia akan banyak bertanya.

Kadang-kadang dia bertanya tentang berbagai hal dalam keseharian yang mungkin akan mudah Anda jawab, seperti “mengapa bajaj tidak punya wiper seperti mobil?” namun acap kali dia juga akan memborbardir Anda dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit Anda jawab. Misalnya saja, “Kenapa Ibu tidak shalat hari ini? Kenapa tidak puasa? Apa itu mens?” atau “dari mana datangnya adik bayi di perut Tante Nina?”

Anda bisa saja berpura-pura tak mendengar dan mengabaikan pertanyaan-pertanyaan si Kecil yang terasa sulit itu. Resikonya? Anak akan bertanya dan mencari jawab dari sumber-sumber lain yang mungkin justru membahayakan keselamatan lahir batinnya. Tentu Anda tidak menginginkan ini.

Buku kecil ini ditulis sebagai pengantar Anda mempersiapkan diri menjawab berbagai pertanyaan anak tentang masalah yang mungkin menurut Anda sulit dijawab, yakni seksualitas dan sistem reproduksi manusia. Tentu saja sama sekali tidak lengkap. Tidak apa. Alhamdulillah. Semoga Anda jadi tertantang untuk mencaritahu lebih banyak dan belajar lebih dalam sehingga dapat tetap menjadi narasumber utama si Kecil dalam prosesnya belajar mengenal dunia, insya Allah.

Apalagi karena pada waktunya anak pun akan bertanya tentang hal-hal yang barangkali menurut banyak orang tidak sulit karena tidak berkaitan dengan tabu masyarakat, tetapi tetap saja membutuhkan usaha untuk bisa menjawab dengan baik. Misalnya saja, apakah Anda tahu mengapa bajaj tidak punya wiper?

Salam hangat

Santi W.E. Soekanto

santi_soekanto2001@yahoo.com

Mengapa Anak Bertanya dan Mengapa Orangtua Perlu Menjawab

“Mengapa manusia menyusui?”

“Kenapa manusia harus dikhitan?”

“Kenapa perempuan menstruasi?”

“Bagaimana caranya otak berkembang?”

“Apa yang bikin tangan kita bisa bergerak?”

“Bagaimana cara mulut bekerja?”

“Bagaimana suara keluar dari mulut?”

“Bagaimana mata berkembang?”

“Apa itu mukjizat?”

“Apa itu syahwat?”

“Kenapa bebek bertubuh kecil?”

“Kenapa keluar air susu dari teti (payudara)? Di simpan di mana susunya? Kenapa kok nggak habis-habis? Berapa lama bayi disusui? Kalau memang air susu diminum terus dikeluarin lagi lewat pipis dan BAB (buang air besar), ‘kan namanya buang-buang saja. Nggak usah nyusu saja!”

“Bagaimana manusia berkembang biak?”

“Kenapa bajaj nggak ada wiper-nya kayak mobil? Kenapa bajaj nggak ada jendelanya?”

“Kenapa kita harus menutup aurat?”

“Nyawa itu apa? Sama nggak dengan ruh?”

“Aku mau tahu tentang tubuh anak laki-laki. Aku mau belajar tentang tubuh laki-laki. Aku mau lihat penis Bu...”

Semua pertanyaan di atas hanyalah sebagian dari serentetan pertanyaan yang pada suatu malam dilontarkan Nurul Azka, gadis kecil berusia 6 tahun, kepada saya, ibunya. Sejak beberapa tahun terakhir saya menyadari bahwa meski semua anak pada dasarnya selalu merasa ingin tahu, Azka menyimpan bergudang-gudang pertanyaan yang siap dilontarkannya kepada saya dengan kecepatan setinggi Kereta Peluru di Jepang. Hampir tidak ada hari terlewati tanpa dia melontarkan pertanyaan kepada orangtuanya.

Suatu hari saya “tantang” dia untuk menanyakan apa pun saja hal yang ingin diketahuinya – tanpa pembatasan apa pun. Maka terlontarlah puluhan “soal” yang kemudian saya sadari sudah cukup lama menjadi perhatiannya dan ingin dia ketahui jawabannya. Sebagian besar pertanyaan itu bisa saya jawab, sementara untuk sebagian lagi dengan jujur saya katakan tidak tahu dan saya ajak dia untuk mencaritahu di buku-buku keesokan harinya.

Selain banyak bertanya, Azka juga senang buku. Sejak sebelum bisa membaca, dia paling suka didongengi dan dibacakan buku. Suatu kali pernah secara sengaja saya “tantang” dia untuk membacakan buku apa saja yang dia mau karena saya mengira dia akan segera bosan dan memilih bermain di luar rumah saja. Ternyata, hari itu saya harus membacakan 25 buku untuknya!

Meskipun di mata saya Azka adalah anak paling istimewa di seluruh dunia, namun pada kenyataannya anak-anak lain pun tidak kurang kritis dan perseptif. Beberapa pertanyaan di bawah ini dilontarkan adalah anak-anak berusia 12 tahun ke bawah dan dikumpulkan oleh wartawan muda Tara Supono (calon_jurnalis@yahoo.com):

* “Apa itu pemerkosaan?” (Syifa, 12 tahun, tinggal di Ciledug, Jakarta Selatan)
* “ Apa itu pelet?” (Nanda, 10 tahun, Manggarai, Jakarta)
* “Kenapa orang Islam nggak boleh makan babi?” (Novi, 7 tahun, Kemang, Jakarta Selatan)
* “Kenapa manusia nggak punya sayap seperti burung?” (Adiba, 8 tahun, Tanggerang, Jawa Barat)
* “Apa artinya rahim?” (Adib, 9 tahun, Bekasi, Jawa Barat)
* “Adek bayi lahirnya dari mana?” (Gamal, 5 tahun, Bekasi, Jawa Barat)
* “Jin itu apa?” (Gamal, 5 tahun, Bekasi, Jawa Barat)
* “Kenapa perempuan payudaranya membersar? Kenapa perempuan menstruasi? Untuk apa menstruasi? Mimpi basah itu apa? Seperti apa sih?” (Mahesa, 11 tahun, Bekasi, Jawa Barat)
* “Orang itu asalnya dari mana?” (Hanna, 5 tahun, Jakarta Timur)
* “Allah itu bentuknya seperti apa?” (Vani, 5 tahun, Pondok Gede, Jakarta)

Semua itu adalah bukti betapa Allah mengaruniai setiap anak dengan dorongan alamiah untuk belajar dan mengenali dunia di sekitarnya. Allah mengaruniai pula mereka dengan alat-alat belajar tersebut berupa penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan pengecap. Inilah sebabnya mengapa si kecil merangkak untuk mengambil suatu benda, merabanya, menciumnya, meletakkannya di telinga, lalu menjilatnya – sebuah proses mengenal diri dan lingkungannya yang tiba-tiba saja terhenti ketika Ibu menjerit, “Ya ampun! Ini anak! Bodoh amat! Jangan! Jangan makan sepatu! Kotor!”

Semakin bertambah usianya, semakin kuat anggota tubuhnya, semakin lebar langkahnya, semakin banyak yang dilihatnya, maka semakin besarlah rasa ingin tahu seorang anak. Bila ditanggapi dengan baik, dorongan alamiah untuk tahu ini akan berkembang menjadi minat belajar dan membaca.

Orang tua mana yang tidak suka bila anaknya rajin belajar? Ada syaratnya tentu saja: guru pertama si kecil, yakni ayah dan ibunya, perlu mempersiapkan diri untuk tidak saja mendidik dan mengajar tetapi juga belajar bersama. Ini artinya orangtua bukan semata-mata meneriaki anak untuk mengerjakan pe-er matematika atau mengetes hafalan kali-kaliannya, tetapi sungguh-sungguh menemani si kecil memulai perjalanan belajarnya.

Berarti pula cukup rendah hati untuk menyadari bahwa tidak ada orangtua yang tahu semua hal, dan berani mengakui kepada si kecil kalau memang tidak tahu. Anak tidak akan kehilangan rasa hormat kalau si ayah atau si ibu mengatakan, “Saya tidak tahu. Nanti kita cari buku untuk dibaca bersama, atau tanya pada orang yang lebih tahu.” Sebaliknya, anak akan kehilangan respek dan dorongan alamiahnya untuk belajar bila orangtua menutupi ketidaktahuan mereka dengan berbohong, mencerca anak atau bahkan menyuruh si kecil tutup mulut!

Satu lagi sarana belajar seorang anak ketika dia sudah semakin besar dan mampu berkomunikasi verbal adalah dengan bertanya. Matanya melihat, telinganya mendengar, hidungnya mencium dan semua inderanya itu mengirimkan pesan ke otak untuk mengolah informasi yang diperoleh. Ketika gudang informasi di otaknya tidak memiliki penjelasan tentang suatu objek, maka dia harus bertanya. Seorang anak berusia 3 tahun sudah bisa bertanya, “Kenapa ayam itu naik ke punggung ayam yang satunya?”

Di banyak kalangan di Indonesia, orangtua sering menganggap bahwa anak “baik” adalah anak yang “manis, penurut, “banyak ‘ngomong” sehingga seringkali seorang anak yang sebenarnya cerdas dan sedang bersemangat mempelajari dunia dipaksa diam karena dianggap “cerewet.” Ada juga orangtua yang malahan mencerca anaknya dan mengatainya “bandel” hanya karena si kecil bertanya ke arah mana bus yang mereka naiki menuju!

Sebenarnya, bila Anda enggan menjawab, anak masih tetap akan bisa menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mereka. Tetapi, apakah ini yang sungguh-sungguh Anda inginkan? Apakah Anda tidak berkeberatan anak mendapatkan informasi tentang Allah, tentang kehidupan dan penciptaan manusia atau tentang seks, misalnya, dari pihak-pihak lain yang barangkali tidak bertanggungjawab?

Sebaliknya, kalau Anda ingin menjadi sumber informasi utama si kecil, maka Anda perlu berusaha menjadi orangtua yang mudah didekati anak dan mau menjawab berbagai pertanyaannya dengan jujur, terbuka dan apa adanya. Anda perlu berusaha menahan diri untuk tidak mentertawakan, menghakimi, mengejek atau bahkan menghukum anak hanya karena dia ingin tahu. Ada orangtua yang langsung meledak dan menuduh si kecil “ngomong jorok!” ketika dia bertanya tentang perbedaan genitalia anak laki-laki dari anak perempuan dengan menggunakan istilah yang “tidak sopan” yang sebenarnya dia pelajari dari orang-orang di sekitarnya.

Anak-anak secara instinktif bisa menandai keengganan orangtua bicara tentang hal-hal tertentu seperti kematian, adopsi, atau seks, dan ini menyebabkan mereka cenderung menutup-nutupi keingintahuan mereka. Kalau Anda sengaja tak mengacuhkan pembicaraan tentang hal-hal “tabu” seperti masturbasi, homoseksualitas atau pornografi, maka anak akan mencari informasi dari sumber lain. Komunikasi terbuka adalah salah satu piranti terbaik mengasuh anak.

Sebenarnya, orangtua tidak perlu merasa terbebani jika anak bertanya bertubi-tubi. Mereka tidak sedang mengetes Anda seperti dahulu guru atau dosen Anda menguji Anda. Si Kecil benar-benar ingin belajar. Dia juga sebenarnya tengah menawarkan kepada Anda kesempatan emas mengarungi sebuah perjalanan mengasyikkan yakni petualangan belajar bersamanya. Dengan bismillah, perjalanan ini bukan saja akan bermanfaat mencerdaskan si Kecil tetapi juga menambah pengetahuan Ayah dan Ibu dan menambahkan manfaat serta pahala amal shalih yang biasanya diperoleh seseorang yang menuntut ilmu. Insya Allah.

Kapan dan Bagaimana Sebaiknya Bicara dengan Si Kecil?

Usia 4 sampai 12 tahun adalah masa penting pembangunan aqidah dan nilai-nilai hidup seorang anak. Allah menjadikan anak-anak di usia ini sangat terbuka dan berminat menerima berbagai hal dan informasi dari orangtuanya.

Sebaiknya memang Anda membiasakan diri bicara dengan si Kecil sedini mungkin sehingga memupuk keberaniannya mengungkapkan isi hatinya, dan membangun kepercayaan diri Anda sendiri untuk menjadi narasumber utama nilai-nilai dan pengetahuan untuknya. Dengan memulai sedini mungkin Anda membangun suasana keterbukaan dan kejujuran.

Bila Anda menanti sampai anak memasuki usia remaja baru mengajaknya bicara soal, misalnya, seks dan reproduksi, maka kemungkinan besar dia sudah membentuk sistem nilainya sendiri berdasarkan informasi dari sumber-sumber lain – teman, bacaan, internet, televisi, film, gosip orang dewasa di sekitarnya.

Bagaimana cara bicara dengan si Kecil?

Coba amati dan catat, selama 5 menit saja misalnya, cara Anda bicara dengan anak? Apakah Anda selalu mulai pembicaraan dengan “jangan!” atau “Mama bilang...” atau “Pokoknya...” Apakah Anda cenderung “berkhutbah?” Apakah Anda memberinya kesempatan untuk lebih dulu mengungkapkan isi hatinya? Ataukah Anda cenderung “tabrak lari” yakni memberinya instruksi begini atau begitu, larangan begini atau begitu, dan meninggalkannya begitu saja dengan harapan dia akan melaksanakan semua perintah Anda?

Tahukah Anda bahwa cara Anda bicara sama pentingnya dengan isi pembicaraan Anda. Berikut ini beberapa prinsip penting berbicara dengan anak:

1. Mulailah selalu dengan doa agar Allah menuntun lisan Anda dan menurunkan ilham untuk memberi jawaban yang bukan saja dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah namun yang lebih penting adalah dapat dipertanggungjawabkan secara aqidah. Anda tidak usah menjadi seorang Einstein, yang dibutuhkan anak hanyalah seorang ibu atau ayah yang mau mengakui bahwa mereka juga tidak tahu bagaimana hoovercraft (semacam pesawat amfibi) bisa berjalan di atas air dan darat, serta bersedia bersama-sama mencari informasi dari buku dan sumber lain. Tetapi yang harus Anda usahakan selalu adalah apa pun yang keluar dari lisan Anda tidak menjadikan si Kecil anak yang semakin jauh dari Allah. Misalnya, kalau si kecil bertanya, “apa sih pelet?” Anda tentu tidak akan mengatakan begini, “Oh, itu ilmu hitam untuk bikin perempuan senang sama laki-laki” bukan? Anda bisa mengatakan, “setahu Ibu itu suatu cara yang sangat dimurkai Allah untuk mempengaruhi perasaan seseorang. Ibu tidak tahu banyak. Nanti kita tanya ustadz ya?”

2. Bila tidak sempat dengan doa yang panjang, ucapkan saja bismillah dan pasrahkan lisan Anda kepada Allah.

3. Kuasai materi pembicaraan semaksimal mungkin. Anda tidak harus jadi pakar, tapi Anda perlu menunjukkan kepada si kecil bahwa Anda tahu apa yang Anda bicarakan. Jadi, sebelum bicara dengan si kecil soal seks atau alkohol, sebaiknya Anda membaca-baca lebih dulu. Yang lebih penting adalah anak tahu bahwa Anda berusaha selalu belajar.

4. Bersikaplah amanah. Bila tidak tahu, katakan dengan jujur bahwa Anda belum tahu. Jangan membesar-besarkan atau memelintir fakta demi membuat anak, misalnya, takut sehingga tidak melakukan sesuatu yang Anda tak ingin ia lakukan. Anak perlu belajar bahwa ibu dan bapak mereka memang bisa dipercaya.

5. Seperlunya saja. Tidak perlu berceramah berpanjang-panjang. Langsung saja ke inti pembicaraan. Dengan demikian, konsentrasi dan daya tampung anak menangkap isi pembicaraan Anda dapat maksimal. Jangan sampai Anda mengalami apa yang pernah saya alami sendiri. Suatu kali Azka yang saat itu baru 3 tahun bertanya, “Bu alam segal itu apa?” Maka bertele-telelah saya menjelaskan tentang lingkungan, bumi dan langit serta iklim yang diciptakan Allah. Begitu saya menarik nafas, Azka menyela, “Maksudku, itu yang dijual olang di depan?” Rupanya, dia bertanya tentang susu segar bermerek “Alam Segar” yang dijajakan orang di depan rumah!

6. Bicara dengan jelas. Gunakan bahasa dan kalimat sederhana yang disesuaikan dengan usia si kecil.

7. Hormatilah pandangan anak. Tanyakan pendapatnya. Dengarkan pembicaraannya sampai selesai. Hanya karena dia jauh lebih kecil tidak berarti Anda perlu memborbardirnya sehingga sikapnya 100 persen sama dengan Anda. Contohnya: Anda mengatakan bahwa merokok itu berbahaya dan bahwa Anda berhenti merokok sesudah merasakan semua bahayanya. Bagaimana kalau si kecil lalu mengatakan bahwa dia pun ingin mencoba dulu sebelum memutuskan untuk tidak merokok? Kalau Anda langsung marah, “’kan sudah dibilangin merokok itu bahaya? Kenapa harus mengulang pengalaman buruk Papa?” maka itu artinya Anda sedang memborbardir dan memaksakan pendapat Anda.

8. Ciptakan kehangatan komunikasi dengan si Kecil pada berbagai kesempatan. Tidak usah menjadikan kesempatan tanya jawab sebagai satu-satunya interaksi dengan si kecil sehingga terasa formal seperti di kelas. Mengobrol ringan, membacakan buku, bergurau dan main tebakan adalah sarana komunikasi terbaik dengan anak sehingga dia biasa terbuka dan tidak takut membuka diri kepada orangtuanya. Ini akan terasa pentingnya untuk mempertahankan jalur komunikasi Anda dengannya begitu si Kecil memasuki usia remaja dan banyak bersinggungan dengan banyak orang serta sumber informasi lain.

Friday, May 19, 2006

Wawancara 'Imajiner' tentang TV

Oleh: Santi Soekanto




Beberapa waktu lalu saya diwawancarai tertulis oleh sebuah majalah Islam tentang pengaruh TV pada perilaku anak. Ternyata, wawancara tak jadi dimuat J Daripada mubazir, lebih baik saya publikasikan di sini saja hehehehe...


BismillaahirRahmaanirRahiim


Apa alasan keluarga Ibu menolak televisi?

Sederhana saja, keluarga kami tidak merasa butuh televisi.

Setiap keluarga punya kebutuhan yang berbeda-beda. Ada yang butuh rumah lebih dari tiga. Ada yang butuh mobil untuk setiap anaknya. Ada yang butuh uang untuk bisa makan hari ini saja, besok entah bagaimana. Keluarga kami juga punya banyak kebutuhan, alhamdulillah kami tidak butuh televisi.


Gambaran mudaharatnya seperti apa?

Banyaknya kemudharatan televisi berbanding lurus dengan bertambahnya hari. Masing-masing keluarga punya standar yang berbeda untuk menentukan apakah sesuatu itu mudharat atau tidak.

Buku dan penelitian yang memastikan keburukan pengaruh televisi sudah banyak sekali. Efek televisi itu memang tidak bisa dilihat dalam sehari. Namun Berbagai kasus kejahatan dan kemaksiyatan yang dipengaruhi televisi sepertinya masih kurang saja untuk kita.

Harus diakui, masih ada inovasi yang sehat dan positif, tetapi dalam kompetisi bisnis yang ketat, pengelola teve cenderung memilih inovasi yang lekas menghasilkan uang. Pada titik inilah nilai-nilai akhlaq apalagi aqidah bukan merupakan bahan pertimbangan.

Sejak kapan tidak punya teve diberlakukan di rumah Anda?

Sejak anak-anak bisa diajak berkomunikasi secara efektif. Tapi sejak kami menikah pun memang belum pernah punya teve. Lebih asyik ngobrol dan berdiskusi daripada menonton teve. Pernah kami dititipi teve oleh saudara, tapi kami bahkan tidak pernah mengeluarkannya dari kardusnya. Nggak minat aja.


Bagaimana reaksi anak-anak pada awalnya?

Keputusan untuk tidak punya teve diambil secara musyawarah. Kami duduk bersama, kami bicarakan: “Ini daftar keuntungan jika kita punya teve, ini daftar kerugian jika kita punya teve…. Sekarang, kita akan beli teve atau tidak?” Lalu mereka menjawab sendiri, untuk tidak usah beli teve. Jadi ini bukan keputusan sepihak orang tua.

Yang jelas, ketika si Kecil berusia 5 tahun dan ditanya, siapa orang yang paling bodoh di dunia? Dia akan menjawab, “Orang yang merokok”. Lalu siapa lagi? “Orang yang kebanyakan nonton teve”.


Apa nilai positif dari televisi?

Mungkin informasinya ya. Tapi hampir tidak ada informasi yang diberikan televisi yang tidak bisa diberikan juga oleh media lainnya, seperti internet, radio, koran, CD-ROM, VCD, majalah, buku. Jadi televisi bukan sesuatu yang tidak bisa tergantikan.


Apa gantinya televisi untuk mereka?

Pertama, orang tuanya. Saya dan suami sama-sama wartawan, kami tahu informasi mana yang mendukung cara-cara kami mendidik anak-anak, mana yang tidak. Kami berdua berusaha jadi media yang paling menghibur untuk kedua anak kami (suami saya adalah ayah terlucu dan paling “gila” sedunia). Mana ada televisi yang bisa diajak membicarakan hal-hal yang paling pribadi, khayalan, cita-cita, sambil dipeluk, dicium, digelitiki, ditunggangi seperti kuda-kudaan, dicubit, ditarik-tarik janggutnya, didengar degup jantungnya. Kami juga suka berdoa bersama mengeja cita-cita kami sambil menangis bercucuran air mata, lalu bersama-sama merancang program-program strategis keluarga yang menyenangkan. Apakah televisi bisa menggantikan ini?

Kedua, sebuah rumah mungil yang kami kontrak khusus untuk jadi perpustakaan dengan koleksi lebih dari 2000 judul buku, games, majalah, puzzle, poster. Anggota perpustakaan ini yang aktif sekitar 200 orang. Mereka datang silih berganti setiap hari, yang tak habis-habisnya bertukar cerita dengan anak-anak kami tentang sekolah, keluarga, dan bikin macam-macam lomba bersama. Apakah televisi bisa menggantikan ini?

Ketiga, seperangkat komputer multimedia. Alat ini bisa dijadikan alat bermain, belajar, menonton film-film bermutu (bukan film dan sinetron sampah yang banyak disuguhi televisi, dipotong-potong pula dengan iklan), mendengarkan musik dan nasyid, belajar mengarang, mengedit film, menjelajah internet, belajar desain grafis, menulis puisi dan banyak lagi. Dan itu semua dilakukan bersama sebagai sebuah tim yang hangat dan kompak. Apakah televisi bisa menggantikan ini?

Sederhananya begini deh. Untuk anak-anak kami, terlalu banyak hal lain yang lebih menyenangkan untuk dilakukan, daripada duduk memandangi sebuah kotak yang 80% suguhannya tidak relevan dengan kehidupan yang sedang kami bangun.


Apakah anak-anak tidak pernah mengeluh tentang teman-temannya yang membicarakan program televisi kesukaannya?

Alhamdulillah, tidak pernah. Mungkin karena teman-temannya yang datang ke rumah cenderung lebih senang ikut ngobrol tentang buku, film bermutu, dan semacamnya.


Apa anak-anak Anda tidak lari ke rumah tetangga untuk nonton teve?

Hehehe… yang ada, anak-anak tetangga pada lari ke rumah kami untuk membaca buku. Jangan lupa, jumlah anggota aktif perpustakaan itu sekitar 200-an orang.


Apa saja kegiatan Bapak dan Ibu saat ini di rumah sehingga bisa mengontrol anak-anak? Bagaimana jika tidak sedang berada di rumah?

Ngobrol dan bercengkerama dengan anak-anak itu menyenangkan. Jikalau bisa 24 jam bersama mereka akan kami lakukan. Saya dan suami malah sekarang mempersedikit keluar rumah. Kan teknologi sudah semakin memungkinkan untuk home-office, berkantor di rumah. Jika tidak sedang di rumah (jarang kami ke luar rumah tanpa membawa anak-anak), ada kakak-kakak mahasiswi atau yang sudah lulus yang sefaham dengan kami untuk menemani mereka.


Apa punya pengalaman buruk dengan televisi, khususnya terhadap anak-anak?

Cukuplah kita belajar dari pengalaman orang lain yang begitu banyak. Masakan kita menunggu hal-hal buruk langsung menimpa kita? Kan bisa diantisipasi.


Bisakah ibu gambarkan kelebihan yang terlihat antara anak-anak Anda jika dibandingkan dengan anak lain yang maniak TV?

Sejujurnya saja, kami belum pernah membanding-bandingkan. Tapi kami terus bekerja keras agar anak-anak kami punya standar-standarnya sendiri dalam memandang kehidupan.

Seperti misalnya, remaja puteri yang bermanja-manja dengan teman lelakinya yang bukan muhrim itu bodoh. Perempuan cantik adalah perempuan yang menjaga kemuliaannya dengan akhlaq, kejujuran, keberanian, amanah, kerja keras, ketepatan waktu, dan kehendak untuk menolong orang yang kesusahan.

Suami yang baik adalah yang paling baik pada isteri dan anak-anaknya. Orang yang takut atau menyembah selain Allah itu bodoh. Musik yang tidak membawa hati pada kekhusyuan itu tidak berguna. Laki-laki Muslim yang tidak segera ke masjid begitu mendengar adzan itu menantang Allah, atau belum faham. Buku yang paling mengasyikkan dibaca adalah Al-Quran. Kisah yang paling menarik adalah kisah Nabi dan para sahabatnya. Jalan hidup itu hanya ada dua jenis, mulia karena menjalankan agama atau mati syahid.

Apakah teve bisa mendukung kita dalam membangun standar-standar ini? Kalau bisa, kami akan beli teve besok pagi.

Thursday, May 18, 2006

Luqmanul Hakim: Model Tarbiyah Islam

Sumber: Dari Sini



Apabila menyebut soal pendidikan anak-anak secara tidak langsung ia lebih tertumpu kepada tugas dan tanggungjawab ibu bapa. Untuk mendidik anak-anak menjadi insan yang kamil tidaklah semudah yang diperkatakan dalam buku, majalah dan seminar.

Ia lebih menekankan soal keinsafan, kesedaran dan sikap tanggungjawab yang mendalam di samping mempunyai aqidah yang kental terhadap Allah SWT. Justeru itu, Allah SWT telah merakamkan beberapa keistimewaan yang dilakukan oleh Luqmanul Hakim sewaktu mendidik anak. Di antara nasihat Lukman kepada anaknya ialah:

1. Hendaklah engkau selalu berada di majlis para ulama' dan dengarlah kata-kata para hukama (orang yang bijaksana), kerana Allah menghidupkan jiwa yang mati dengan hikmat sepertimana menghidupkan bumi yang mati dengan hujan yang lebat.

2. Janganlah engkau jadi lebih lemah daripada seekor ayam jantan, ia telah berkokok pada waktu pagi hari sedangkan engkau pada ketika itu masih terbaring di atas katilmu.

3. Janganlah engkau menangguhkan taubat kepada Allah kerana mati itu akan datang tiba-tiba.

4. Dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak orang sudah ditenggelamkannya. Oleh itu, jadikanlah taqwa sebagai kapalnya.

5. Pukulan bapa ke atas anaknya bagaikan air menyirami tanaman.

6. Tiga orang yang tidak dapat dikenali melainkan pada tiga keadaan. Orang yang lemah lembut melainkan ketika marah, orang yang berani melainkan ketika berperang dan saudara maramu melainkan ketika engkau berhajat dan memerlukan pertolongan daripadanya.

7. Sesungguhnya dunia ini sedikit sahaja, sedangkan seluruh umurmu lebih sedikit daripada itu. Manakala umurmu yang masih berbakti lagi amat sedikit daripada yang lebih sedikit tadi.


AQIDAH

Masalah aqidah adalah masalah yang paling penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia merupakan asas atau tapak bagi pembangunan Islam. Dewasa ini kita dapati banyak penyelewengan terjadi sama ada dari segi pemikiran, perkataan mahupun tingkah laku. Kesemuanya berpunca daripada tidak memahami aqidah Islam secara mendalam.

Firman Allah yang bermaksud:

"Dan ingatlah sewaktu Luqman berkata kepada anaknya: "Wahai anak kesayanganku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain). Sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kezaliman yang besar."(Surah Luqman: 31).

Ayat ini jelas menunjukkan bahawa Luqman memulakan nasihat kepada anaknya supaya tidak melakukan syirik kepada Allah SWT. Jiwa anak yang masih suci itu harus dibersihkan daripada sebarang kerosakan dan kesesatan yang berpunca daripada syirik. Ini bererti pendidikan tauhid mesti diajar dan ditanam ke dalam jiwa anak-anak sejak dari kecil lagi.

Kebanyakan ibu bapa hari ini tidak menekankan pelajaran tauhid kepada anak-anak. Bukan sahaja demikian bahkan terdapat juga di kalangan ibu bapa tidak tahu mengenai pelajaran tauhid. Siapakah yang harus dipersalahkan sekiranya anak-anak generasi muda mudah tergelincir keimanannya?

Syirik amat mudah berlaku sekiranya di dalam diri seseorang itu tidak ditanamkan dengan aqidah untuk beriman dengan Allah SWT secara kental. Membentuk jiwa anak-anak agar sentiasa mengingati Allah dalam segala gerak geri dan perbuatannya adalah menjadi tugas dan tujuan yang paling utama bagi setiap pendidikan.

Hal yang demikian tidak mungkin berlaku kecuali setelah setiap pendidik membiasakan anak-anak mengingati Allah ketika mereka sedang bekerja, berfikir dan mendapat sesuatu. Ibu bapa perlu banyak mendidik anak-anak dengan membiasakan mereka melihat perbuatan yang baik daripada ibu bapa. Sebagai contoh Sahal bin Abdullah menceritakan bahawa:

"Ketika aku berumur tiga tahun, aku sudah mulai bangun malam dan memerhatikan bapa saudaraku solat. Tiba-tiba pada suatu hari dia bertanya kepada aku, adakah engkau mengingati Allah yang menjadikan engkau? Lalu aku bertanya, bagaimana cara mengingati-Nya?, kemudian beliau berkata kepada ku, sebutkan dalam hatimu tiga kali ketika hendak tidur tanpa menggerakkan lidah mu (Allah bersamaku, Allah melihatku dan Allah menyaksikanku).

Setelah beberapa kali aku melakukan, lalu disuruhkan pula aku menyebutnya tujuh kali pada setiap malam. Selepas itu disuruhnya pula sebelas kali sehingga aku merasakan kemanisan bacaan itu dalam hatiku. Setelah berlalu masa setahun, maka dia berkata kepadaku, "Wahai Sahal! jagalah baik-baik apa yang aku ajarkan engkau itu dan bacalah ia hingga engkau masuk ke dalam kubur."

Katanya lagi, "Wahai Sahal! Siapa yang mengetahui dan menyedari yang Allah sentiasa bersamanya, menyaksikannya, apakah boleh dia berbuat maksiat lagi? Jauhkanlah dirimu daripada perbuatan maksiat." Melalui proses latihan yang disebutkan di atas serta pendidikan keimanan yang murni muncullah Sahal menjadi seorang ulama' yang terkenal.



SOLAT

Firman Allah bermaksud:

"Wahai anak kesayanganku! Dirikanlah solat." (Surah Luqman: 17). Islam memberikan keutamaan yang sangat besar kepada solat yang tidak pernah diberikan kepada ibadat lain. Kerana ia adalah tiang agama, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w bermaksud: "Pokok pangkal sesuatu adalah Islam, tiangnya adalah solat dan kemuncaknya adalah jihad fi sabillillah." Solat yang dikhendaki oleh Islam bukanlah sekadar berkata-kata yang diucapkan oleh lidah dan pergerakan badan.

Tetapi solat yang sebenar adalah yang dilakukan dengan penuh perhatian dan tumpuan pemikiran, penuh rasa takut dalam hati serta menzahirkan keagungan dan kebesaran Allah, itulah solat yang diterima oleh Allah SWT.

Dari segi kejiwaan, solat memberikan ketenangan dan kekuatan bagi jiwa seseorang. Daripada segi kesihatan, ia mendidik seseorang supaya menjaga kebersihan dan melatih badan agar sentiasa segar dan cergas. Dari segi akhlak pula ia mencegah perbuatan mungkar dan menjaga waktu manakala dan dari segi kemasyarakatan solat mendidik persamaan dan persaudaraan.


Berbakti kepada kedua ibu bapa

Firman Allah yang bermaksud:

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya, ibunya mengandungkan dengan menanggung kelemahan demi kelemahan, dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun. "Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibu bapamu, kepada Ku jua tempatmu kembali." (Surah Luqman: 41)

Ibu bapa mempunyai kedudukan yang paling istimewa. Mereka menduduki tempat yang kedua sesudah beriman kepada Allah dan Rasulullah. Oleh kerana itu, tiada seorang pun di atas muka bumi ini yang dapat menyamai kedua dua ibu bapa. Berbakti kepada ibu bapa adalah wajib ke atas setiap anak dalam apa jua keadaan sekalipun ia merupakan asas terpenting dalam pendidikan Islam.

Manakala menderhaka kepada kedua ibu bapa adalah berdosa besar. Adalah mudah bagi anak-anak yang sudah biasa terdidik atas sikap berbakti dan menghormati kedua ibu bapa untuk dididik dan diasuh supaya menghormati jiran tetangga, guru-guru dan seterusnya menghormati manusia seluruhnya.


SABAR

Kesabaran adalah suatu keperluan dalam usaha menegakkan keimanan, melaksanakan amal soleh, memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Semuanya bukanlah suatu perkara yang mudah. Oleh itu, ia sangat memerlukan kesabaran. Kesabaran dalam menghadapi hawa nafsu, musuh-musuh luar dan kesusahan lain. Begitu juga kesabaran amat perlu dalam menempuh jalan perjuangan yang amat panjang dan semestinya mengikuti tahap-tahap yang teratur untuk menuju matlamat.


JANGAN SOMBONG

Sifat takabur adalah lahir daripada perasaan bangga diri yang merasakan dirinya lebih baik daripada orang lain. Biasanya seseorang yang takabur dikuasai oleh sifat-sifat buruk lain seperti taksub, mudah marah, dendam dan hasad dengki. Sebaliknya, Islam menganjurkan tawadduk kerana ia salah satu sifat terpuji yang amat digalakkan oleh Islam. Kalau takabur menjadi punca pertelingkahan dan perbalahan, maka tawaduk adalah pengikat yang menguatkan persaudaraan, mengukuhkan perpaduan serta melahirkan keselamatan dan ketenangan.


KESEDERHANAAN

Kesederhanaan menggambarkan ketenangan dan kesopanan tingkah laku. Tenang dan sopan santun adalah buah daripada budi pekerti mulia yang sangat dituntut oleh Islam. Begitu juga melembutkan suara ketika bercakap adalah menjadi ukuran pekerti mulia.


DAKWAH

Adalah menjadi fardhu ain bagi setiap muslim supaya melaksanakan tugas menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Firman Allah bermaksud:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah daripada yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung," (Surah Ali Imran: 104).

Pendidikan Luqman adalah pendidikan yang menyeluruh dan lengkap meliputi asas-asas aqidah, ibadat, akhlak dan dakwah. Oleh sebab itulah Allah telah merakamkan pendidikan Luqman itu untuk dijadikan contoh kepada umat Islam sepanjang zaman.

Wednesday, May 17, 2006

Metode Pendidikan Anak Usia Pra Sekolah

oleh : Abu Amr Ahmad Sulaiman

Sumber: Blognya Mbak Tieneke



Yang Benar dan yang Salah

Benar : Anda kembali kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan berdoa kepada-Nya, memohon agar Dia senantiasa menolong Anda dalam mendidik anak-anak.
Salah : Mendoakan keburukan atas diri sendiri dan anak-anak Anda, karena bisa jadi doa itu akan terkabulkan.

Benar : Anda menyadari bahwa mendidik anak-anak hukumnya wajib, sehingga Anda bersedia mem-pergauli mereka dan menyediakan waktu khusus untuk mendidik mereka.
Salah : Tidak membantu isteri dalam mendidik anak. Anda menyerahkan pendidikan anak kepada ibunya saja, dan menyangka Anda telah menjalankan kewajiban dan menunaikan amanat.

Benar : Anda menanyakan kepada diri Anda setiap hari, kebaikan apa yang telah Anda berikan kepada mereka dan apa yang telah Anda ajarkan kepada mereka hari ini ?
Salah : Anda menjauh dari mereka dengan alasan pekerjaan duniawi, atau bahkan alasan kegiatan dakwah.

Benar : Anda jadikan saat-saat berkumpul dengan anak-anak Anda saat-saat yang menyenangkan, ter-buka dan dengan lapang dada.
Salah : Anda menutup diri dari mereka, tidak mendengar pendapat mereka dan tidak peduli dengan permasalahan mereka.

Benar : Anda senantiasa mematuhi program pendidikan untuk anak-anak Anda dan tidak meninggalkannya dengan alasan apapun.
Salah : Menghentikan pendidikan anak-anak atau melalaikan program pendidikan mereka karena suatu sebab yang sia-sia.

Benar : Anda menyadari bahwa perbaikan pendidikan anak-anak Anda merupakan langkah untuk mengembalikan kemuliaan Islam.
Salah : Anda mengira atau setan membisikkan kepada Anda bahwa pendidikan mereka tergantung pada kondisi dan waktu kosong Anda, sehingga Anda mendustakan diri Anda sendiri dalam perbuatan untuk mengembalikan kemuliaan Islam.

Benar : Anda menginginkan dari pernikahan dan kelahiran anak itu untuk pendidikan anak sehingga mereka menjadi seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Khalid dan sebagainya.
Salah : Anda melupakan tujuan pendidikan karena perjalanan waktu, sehingga Anda tidak lagi mengajarkan hal-hal yang seharusnya diajarkan kepada anak-anak Anda, berikut sisi-sisi lain pendidikan seperti pendidikan akal, kejiwaan dan sebagainya yang seharusnya Anda ajarkan kepada mereka, untuk mengembalikan kejayaan Islam yang pernah ada pada masa lalu.

Benar : Anda selalu mengikuti perkembangan baru dalam pendidikan sebagai tambahan dari teori pendidikan dasar yang telah Anda ketahui.
Salah : Anda lalai dengan meninggalkan anak-anak Anda terdidik oleh layar televisi tanpa pengarahan sama sekali dari Anda.

Benar : Anda menjadi suri teladan yang baik dalam perbuatan dan ucapan Anda, yang akan ditiru oleh keluarga dan anak-anak Anda.
Salah : Anak-anak Anda melihat Anda berwajah dua, seakan mencampur madu dengan cuka, tanpa rasa bersalah kemudian Anda melarang mereka berbuat kesalahan.

Benar : Anda faham dan mengerti tabiat pada fase-fase umur anak dan tuntutan-tuntutan pada tiap fase untuk anak-anak Anda.
Salah : Anda menuntut anak agar berbuat seperti orang-orang bijaksana dan orang pandai tanpa mau mengerti tuntutan yang sesuai dengan umur mereka dan tidak memenuhi tuntutan-tuntutan itu baginya.

Benar : Anda mempergauli anak-anak Anda dengan sebaik-baiknya dan menghormati mereka seba-gaimana menghormati anak yang sudah besar.
Salah : Anda selalu menghindari mereka dan mereka selalu takut kepada Anda dikarenakan Anda meremehkan, mencela dan merendahkan mereka.

Benar : Anda sering-sering memotifasi, memberi sema-ngat dan memberi hadiah untuk mereka serta menggunakannya secara beragam.
Salah : Anda sering menghukum, khususnya hukuman fisik.

Benar : Anda mengoreksi anak-anak Anda (bila bersalah) secara khusus ketika sendiri dan memberitahu mereka dengan kebenaran yang ingin Anda sampaikan.
Salah : Anda mengkritiknya di depan anak yang lain terus menerus dan mencelanya.

Benar : Anda memuji anak di depan anak-anak yang lain karena kebaikan yang dikerjakannya, sebagai usaha untuk membuang perbuatan buruknya.
Salah : Anda selalu mengingatkannya atas kekurangan-kekurangannya, menyebutnya di depan anak-anak yang lain dan tidak pernah memujinya sama sekali.

Benar : Membiasakan anak-anak mengurus diri mereka sendiri, seperti pakaiannya, kamarnya, buku-bukunya, dan memujinya atas perbuatan itu.
Salah : Mengerjakan segala pekerjaan anak dan tidak membiasakannya berdikari.

Benar : Membiasakan anak selalu menjaga kebersihan, seperti kebersihan gigi, kebersihan kamarnya dan barang-barangnya.
Salah : Melalaikan kebersihan anak dan tidak mem-biasakannya untuk menjaga kebersihan apa yang menjadi miliknya.

Benar : Membuat suasana yang penuh dengan persaingan yang sehat antaranak untuk membangkitkan mereka.
Salah : Anda puas dengan tingkat kemahiran anak-anak tanpa berusaha untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Benar : Meneliti kecenderungan dan cita-cita anak serta memberikan kesempatan baginya untuk menguatkan keinginan itu dan menumbuhkannya.
Salah : Lalai terhadap kemampuan anak dan berang-gapan bahwa mereka hanya bisa merusak, melawan, menangis dan sebagainya.

Benar : Menemani anak pergi ke Masjid dan tempat-tempat orang dewasa, khususnya orang yang mengerti dan memahami kehidupan anak-anak.
Salah : Menganggap bahwa anak itu ،¥kecil،¦ dan hanya menyibukkan orang tua, atau tidak pantas mengajaknya bertemu dengan orang-orang besar, meski hanya sebentar.

Benar : Memberi tempat khusus atau kamar bagi anak, di dalamnya diletakkan segala miliknya, kursinya dan piagam-piagamnya.
Salah : Tidak memberi tempat sama sekali bagi anak di rumah dan tidak membiasakannya menghormati aturan umum dalam rumah.

Benar : Menyediakan perpustakaan khusus bagi anak, diisi dengan kaset-kaset, buku-buku cerita, pemandangan, gambar-gambar, peralatan mewarnai dan lain sebagainya.
Salah : Meremehkan kemampuan seni dan keilmuan anak.

Benar : Mempergunakan berbagai sarana modern dalam pendidikan, seperti video, komputer dan alat perekam.
Salah : Hanya terbatas pada penggunaan buku-buku dan cerita-cerita secara lisan.

Benar : Membiasakan anak dua hal yang sunnah, yaitu salam dan minta izin ketika masuk dan keluar rumah.
Salah : Mengecilkan nilai sunnah-sunnah ini atas diri anak dan lalai untuk mengajarkannya kepada anak.

Benar : Membiasakan anak untuk pamitan dengan baik dan gembira dalam menyambut kedatangannya, meski hal itu kadang membebani.
Salah : Menjadikan kepergian dan kedatangan anak hal yang biasa tanpa perasaan kasih sayang atau bahagia.

Benar : Bermain dengan anak dan bersikap kekanak-kanakan bersama mereka meski hanya sebentar saja.
Salah : Bersikap keras terhadap anak dan selalu menjauh darinya dengan alasan ingin istirahat dan tidur.

Benar : Membiasakan anak untuk mempergunakan ruqyah syar،¦iyahƒx ketika akan tidur, ketika sakit dan menghubungkan antara adanya kesembuhan itu karena Allah Subhannahu wa Ta'ala kemudian karena dokter.
Salah : Melalaikan anak dari perbuatan-perbuatan sunnah yang baik ini, dan membiarkan anak menganggap kesembuhan hanya karena dokter saja